Pages

30 November 2009

Membangun Persahabatan yang Menguntungkan




Ada seorang pemuda yang mengalami betapa hidup itu begitu berat. Ia berjumpa dengan begitu banyak orang dalam hidupnya. Namun ia tidak dapat menjalin persahabatan yang sungguh-sungguh mendalam dengan orang-orang itu.

Menurut beberapa orang yang pernah menjadi sahabatnya, pemuda itu memiliki kecenderungan untuk tidak mau mengalah. Ia juga selalu merasa diri sibuk. Ia selalu merasa tidak punya waktu untuk orang lain. Padahal ia selalu memaksa teman-temannya untuk mempunyai waktu bagi dirinya.

Karena itu, orang-orang yang pernah menjalin persahabatan dengannya terpaksa meninggalkan ia seorang diri. Ia menjadi seorang yang pemurung. Ia mengalami kesepian yang begitu mendalam.

Suatu hari, ia mencoba untuk bunuh diri dengan menggantung diri. Namun nyawanya diselamatkan oleh seorang temannya yang dulu sangat dibencinya. Beberapa saat ia sempat pingsan. Setelah sadar, ia mulai insaf akan cara hidupnya. Sejak saat itu ia mulai mengubah pandangan hidupnya.

Ia mulai menata kembali hidupnya. Ia berusaha sedapat mungkin untuk keluar dari persoalan yang ia hadapi. Kini ia mulai menyediakan waktu sebanyak-banyaknya untuk orang yang menjadi teman-temannya. Ia tidak mau menyibukkan diri dengan hal-hal yang kurang berguna.

Pemuda itu mulai membangun suatu waktu yang berkualitas. Artinya waktu yang ia isi dengan kegiatan bersama yang menyenangkan bagi dirinya dan bagi teman-temannya. Waktu itu ia gunakan untuk membangun relasi yang baik dengan teman-temannya.

Dalam hidup ini persahabatan itu sangat penting. Kita membangun persahabatan bukan hanya untuk kebaikan diri kita sendiri. Tetapi kita juga membantu sesama untuk mengenal lebih dalam siapa dirinya. Karena itu, persahabatan yang baik itu mesti kita isi dengan nilai-nilai yang memperjuangkan kehidupan. Misalnya, suatu kegiatan yang membantu sesama untuk lebih menyadari betapa hidup itu berguna dan penting.

Ada orang yang mulai membahas tentang mempertahankan kehidupan. Dengan demikian orang itu mulai mempromosikan anti aborsi kepada teman-temannya. Ia juga dapat mengajak teman-temannya untuk menjauhi narkoba. Ia mengajak teman-temannya memilih kegiatan-kegiatan yang positif.

Hidup itu indah. Demikian pula betapa indah kita memiliki sahabat-sahabat yang baik dan setia dalam hidup ini. Karena itu, mari kita berusaha untuk membangun persahabatan yang membantu kita dan sesama menemukan identitas diri kita masing-masing. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

246

29 November 2009

Menumbuhkan Semangat Kesiapsediaan


Faisal sebenarnya tidak pernah bercita-cita menjadi guru. Namun jalan hidup akhirnya membawaya ke profesi yang secara pendidikan tidak pernah dijalaninya. Ia hanya berbekal pengalaman kursus. Sampai tua, ia harus menjalani pekerjaan yang merupakan satu-satunya keahliannya, yaitu mengajar di SD di desanya.

Menurut pengakuan Faisal, ia mau menjadi guru itu hanya nekad saja. Di desanya itu tidak banyak orang mau menjadi guru. Akhirnya, ia memberanikan diri menjadi guru. Ia belajar sendiri cara-cara mengajar. Padahal ia hanya lulus SMP. Ia bisa baca tulis. Dengan demikian, ia dianggap sebagai orang yang mampu mengajar. Jadilah ia menjadi guru bagi ratusan anak di desanya.

Sebenarnya Faisal agak minder juga atas pekerjaannya itu. Namun ia berusaha untuk tampil percaya diri. Berkat ketekunannya untuk belajar, Faisal menjadi seorang pengajar bagi generasi penerus bangsanya. Ia punya keyakinan bahwa membantu sesama yang membutuhkan itu sangat penting dalam hidup ini. Meski ia tidak memiliki banyak keahlian, apa yang dimilikinya itu ia sumbangkan untuk sesamanya.

“Saya hanya punya kemampuan sedikit. Itu yang mau saya berikan untuk adik-adik di desa ini,” kata Faisal suatu hari.

Perjuangan Faisal menumbuhkan semangat belajar yang tinggi dalam diri anak-anak yang mengikuti pelajarannya. Apalagi ia tidak hanya mengajar mereka dengan pikiran. Ia mengajar mereka dengan kebeningan hatinya. Ia menuntun adik-adiknya untuk memahami sungguh-sungguh makna kehidupan ini. Dengan demikian, banyak anak didiknya yang menjadi anak-anak yang memiliki rasa tanggung jawab yang besar.

Kesiapsediaan untuk membantu sesama merupakan salah satu unsur yang penting dalam hidup ini. Orang yang ringan tangan biasanya memiliki hal-hal yang baik dalam hidup ini. Ia biasanya peka terhadap lingkungan di sekitarnya. Ia tidak banyak mengeluh atas berbagai persoalan yang dihadapinya.

Orang yang memiliki kesiapsediaan untuk menolong orang lain itu biasanya juga memiliki suatu kesetiaan terhadap pekerjaannya. Ia tidak mudah digoda untuk meninggalkan pekerjaannya itu. Ada suatu konsistensi dalam dirinya untuk tetap membaktikan dirinya dalam pekerjaannya. Kesetiaan pada pekerjaan itu menunjukkan hubungan yang begitu mendalam dengan Tuhan dan sesama yang ditolong. Karena itu, orang seperti ini biasanya tidak mudah kecewa ketika mendapati orang yang dibantunya itu menyia-nyiakan bantuannya.

Kesulitan-kesulitan yang ada selalu dihadapi dengan lapang dada. Ia tidak melarikan diri dari kesulitan-kesulitan itu. Justru kesulitan yang ada itu menjadi suatu tantangan dalam hidupnya. Justru melalui kesulitan-kesulitan itu dapat memurnikan motivasinya dalam menolong sesama.

Mari kita berusaha untuk memiliki sikap siap sedia dalam membantu sesama yang membutuhkan bantuan kita. Dengan demikian, kita boleh mengalami kasih karunia Tuhan dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

245

28 November 2009

Menemukan Kedamaian yang Sesungguhnya

Ada seorang bapak yang mempunyai 50 hektar karet. Dengan harga karet yang melambung sekarang ini, setiap bulan bapak ini dapat meraup uang puluhan juta rupiah. Ia dapat membangun rumah yang besar dan mewah. Ia dapat bersenang-senang dengan keluarga dan teman-temannya.

Suatu hari ia didatangi seorang tamu. Tamu itu memintanya untuk mencarikan sepuluh ekor tokek. Menurut informasi, sekarang harga tokek itu mahal. Daging tokek memiliki khasiat untuk menyembuhkan beberapa penyakit. Setiap tokek dihargai Rp 1.300.000,-. Bapak itu sangat tergiur oleh tawaran itu. Karena itu, ia menerima tawaran itu.

Setelah tamu itu pulang, ia memanggil beberapa anak buahnya untuk mencari tokek. Setiap tokek ia hargai Rp 400.000,-. Menurut perhitungannya, ia pasti dapat keuntungan sebesar Rp 900.000,- per ekor. Beberapa anak buahnya itu pun mengerjakan tugas itu dengan baik. Apalagi iming-iming Rp 400.000,- untuk setiap ekor tokek akan sangat memberi mereka tambahan penghasilan. Setelah menyadap karet, mereka langsung mencari tokek. Hasilnya luar biasa. Mereka memenuhi permintaan bos mereka: 10 ekor tokek.

Bapak itu sangat puas atas hasil kerja anak buahnya. Ia langsung membayar empat juta rupiah kepada mereka. Kini ia menantikan tiga belas juta dari pemesan. Tetapi sial bagi bapak itu. Orang-orang yang memesan tokek itu tidak datang-datang. Ia juga tidak bisa menghubungi mereka, karena nomor telephon pun tidak mereka tinggalkan. Ia sudah kehilangan empat juta rupiah. Ia sangat menyesal atas peristiwa itu. Apa boleh buat. Nasi sudah menjadi bubur.

Dalam hidup ini banyak orang tergiur oleh penghasilan yang besar tanpa memikirkan akibat-akibatnya. Kisah tadi merupakan salah satu contoh bahwa orang yang rakus sering ingin mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Ia tidak peduli akan begitu banyak kekayaan yang sudah dimilikinya. Ia ingin mengumpulkan lagi dan lagi. Akibatnya, ia kehilangan apa yang dimilikinya.

Banyak orang tidak puas akan apa yang sudah dimilikinya. Karen itu, usaha untuk mengumpulkan sebanyak-banyaknya harta kekayaan terus-menerus terjadi. Orang tidak peduli apakah cara-cara yang digunakan itu halal atau tidak. Yang penting, banyak harta bisa dikumpulkan untuk kepentingan diri sendiri.

Sebagai orang beriman, tentu kita ingin hidup damai dan tenteram. Kedamaian dan ketenteraman itu dapat tercipta kalau kita memiliki hati yang murni. Hati yang bersih dari kelekatan terhadap barang-barang duniawi akan membantu kita untuk memiliki damai dan ketenteraman yang sesungguhnya.

Untuk itu, orang beriman mesti memiliki iman yang besar kepada Tuhan. Artinya, orang beriman menggantungkan seluruh suka dan duka hidupnya pada Tuhan. Hanya Tuhan yang mampu memberikan kedamaian dan ketenteraman dalam hidup ini.

Mari kita berusaha untuk selalu menggantungkan hidup pada Tuhan. Dengan demikian hidup kita menjadi damai dan tenteram. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

244

27 November 2009

Berani Mengosongkan Diri

Pangeran Billah adalah putra mahkota Sultan Brunei Darusalam yang terkenal sebagai orang terkaya di dunia. Istananya, Nurul Iman, memiliki 1788 ruang dan kamar untuk menjamu tamu-tamunya. Beberapa di antaranya disalut emas murni.

Meski dibesarkan dalam gelimang harta, Pangeran Billah tidak menjadi anak yang manja. Sejak kecil ia diajar untuk tekun mempelajari Kitab Suci dan hidup yang saleh. Ia juga seorang pekerja keras.

Setelah lulus SMA, pada tahun 1995, ia mendaftar di Oxford Univerity di Inggris. Ia diterima di Oxford’s Fereign Service Program bersama 30 mahasiswa asing lainnya. Sejak menjadi mahasiswa, ia berusaha keras menyembunyikan identitasnya. Ia tidak mau dikawal. Ia memakai nama samaran Omar Hasan. Ia meninggalkan semua atribut kebangsawanannya dan pura-pura menjadi orang biasa. Ia bergaul dengan siapa saja tanpa pandang bulu. Tidak seorang pun temannya yang tahu bahwa ia anak Sultan Brunei.

Kisah ini tentu sangat menyentuh hati. Seorang pangeran yang kaya raya meninggalkan segala-galanya untuk meraih cita-cita yang tinggi dalam hidupnya. Untuk itu, ia mesti berani untuk dididik dengan cara-cara yang ditentukan oleh pihak universitas. Ia memiliki kerendahan hati yang begitu dalam. Ia tidak mau memamerkan kebangsawanannya.

Dalam hidup ini kita ditantang untuk bersikap rendah hati. Sikap ini mampu membantu kita untuk meraih kesuksesan dalam hidup. Kerendahan hati itu akan membawa orang kepada suatu hidup yang lebih baik. Banyak orang akan menjadi sahabat orang yang rendah hati. Orang yang sombong biasanya kehilangan banyak sahabat dalam hidupnya.

Salah satu hal yang menarik dari diri Pangeran Billah adalah ia berani mengosongkan dirinya. Ia berani kehilangan identitas kebangsawanannya untuk menjalin relasi yang lebih baik dengan sesamanya. Orang yang berani mengosongkan diri berarti orang berani pula menerima hal-hal yang baik dari luar dirinya. Orang yang ingin memiliki sesuatu itu mesti berani pula mengosongkan diri.

Kalau kita ingin memiliki banyak hal, maka kita diajak untuk rela melepaskan hal-hal yang bagi kita mungkin sangat berguna. Misalnya, kesombongan, keangkuhan dan sikap lekat pada apa yang kita miliki. Memang sulit bagi kita untuk melepaskan hal-hal ini. Namun kalau kita berusaha keras, kiranya kita akan mampu melakukannya.

Untuk itu, kita mesti bekerja bersama Tuhan. Kita mohon bantuan dari Tuhan yang mahapengasih dan penyayang agar kita diberi kekuatan untuk mampu menerima rahmat demi rahmat dari Tuhan. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.




Bagikan

26 November 2009

Usaha Melestarikan Alam


Seorang petani karet diejek oleh teman-temannya. Pasalnya, lima meter kiri dan kanan kebun yang seluas lima hektar itu ia tanami pohon-pohon yang tidak langsung memberi hasil baginya. Mereka menganggapnya bodoh, karena tanah seluas itu bisa ditanami pohon-pohon karet. Bagi mereka, setiap kali panen pasti dapat beberapa ratus kilogram getah karet.

Namun petani karet itu tidak bergeming. Apalagi di tengah-tengah kebunnya mengalir sungai kecil. Ia ingin agar sungai itu tetap berair kapan saja. Diharapkan di musim kemarau yang panjang, sungai itu tetap mengalir. Tidak kering seperti sungai-sungai lain.

Benar saja. Pada musim kemarau dua tahun lalu sungai kecil itu terus-menerus mengalirkan air yang jernih. Tetangga-tetangganya menggunakan air sungai kecil itu untuk segala kebutuhan mereka. Ia tersenyum ketika orang-orang yang dulu mengejeknya datang untuk mengambil air di kebunnya. Yang ia tunjukkan kepada mereka adalah bukti bahwa pelestarian hutan itu sangat berguna bagi kehidupan manusia. Tanpa air yang bersih, hidup manusia akan mengalami berbagai kesulitan.

Petani karet itu peduli terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Lingkungan yang baik dan segar akan memberikan kenyamanan bagi hidup manusia. Petani karet itu berhasil meyakinkan sesamanya bahwa kelestarian lingkungan hidup itu sangat penting bagi hidup manusia.

Beberapa waktu lalu kita sudah diingatkan akan pemanasan global. Pemanasan itu terjadi karena bumi yang kita huni ini sudah habis hutannya. Lebih dari separuh hutan yang melindungi bumi ini sudah ditebang untuk kebutuhan manusia. Es di kutub utara dan selatan mulai mencari secara besar-besaran.

Sementara itu, kesadaran untuk melestarikan alam yang dirusak itu sangat rendah. Kita bisa lihat di lingkungan sekitar kita. Banyak sampah bergelimangan di mana-mana. Pembakaran hutan terus terjadi. Banjir terjadi di banyak wilayah di negeri kita ini. Di Palembang, misalnya, hujan deras yang turun satu jam saja sudah menyebabkan air tergenang di banyak tempat. Lama-kelamaan bumi ini menjadi tempat yang tidak nyaman untuk dihuni manusia.

Karena itu, apa yang mesti kita buat untuk menjadikan bumi kita tempat yang nyaman bagi hidup manusia? Petani karet dalam kisah tadi sudah berhasil mengatasi kekeringan di kebunnya dengan menanam pohon-pohon yang dapat menyimpan air untuk musim kemarau. Kita bisa buat sesuatu yang lebih dengan menanam tanaman di sekitar rumah kita. Tanaman-tanaman itu dapat melindungi kita dari panas terik. Syukur-syukur tanaman-tanaman itu dapat mencegah banjir yang sering mengancam kehidupan manusia.

Mari kita berusaha untuk melestarikan alam yang ada di sekitar kita. Untuk itu, dibutuhkan kesadaran bahwa alam lingkungan ini merupakan bagian dari hidup manusia. Membabat hutan secara serampangan akan membawa akibat negatif terhadap kehidupan manusia. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

242

25 November 2009

Menyadari Keterbatasan Diri

Teman saya sangat senang dengan alam bebas. Waktu SD dulu, ia suka sekali naik gunung. Ia sangat menikmati suasana alam bebas di pegunungan yang ditutupi oleh hutan yang hijau. Ia dapat berlama-lama di sana. Pernah ia lupa makan. Ia lupa tidur. Ia begitu menikmati alam yang indah itu.

Namun ketika dewasa, ia tidak dapat lagi menikmati alam yang bebas nan indah. Waktunya disita oleh kesibukan kantornya. Ia lupa untuk beristirahat kalau ia sudah berada di kantor. Waktu untuk santai di rumah pun hampir tidak ada.

Suatu hari, ia didiagnosa bahwa ia mengidap tumor otak yang ganas. Ia mulai resah. Ia tidak dapat lagi berkonsentrasi pada pekerjaannya. Ia hilang harapan untuk melanjutkan hidup ini.

Namun seorang temannya menasihatinya untuk tidak boleh menyerah begitu saja pada penyakit tumor ganas itu. Temannya itu menyarankannya untuk mulai memikirkan langkah-langkah yang mesti ia ambil untuk mempertahankan hidupnya.

Setelah lama berpikir, teman saya itu mengambil keputusan yang aneh. Ia mendaki gunung dengan alam yang masih asri. Ia melakukan lagi kebiasaanya dulu, ketika ia masih SD. Ia melakukan perjalanan ke berbagai tempat untuk mendaki gunung. Di atas gunung ia merasakan hidupnya begitu damai. Ia tidak dikejar-kejar oleh kesibukan kantornya. Ia merasa lepas bebas.

Enam bulan kemudian penyakit tumor ganas itu hilang. Ternyata apa yang disukainya itu dapat menyembuhkan dirinya.

Sering orang memaksakan sesuatu yang sebenarnya tidak dapat mereka lakukan dalam hidup ini. Ibaratnya orang yang kakinya besar, tetapi memakai ukuran sepatu yang kecil. Tentu saja hal ini tidak cocok. Orang mesti mencari sesuatu yang pas untuk hidupnya. Orang tidak dapat memaksakan sesuatu yang tidak dapat dilakukannya.

Karena itu, orang mesti berani hidup apa adanya. Orang mesti berani menampilkan dirinya yang sebenarnya. Orang tidak perlu memoles diri dengan hal-hal yang justru dapat menjerumuskan dirinya.

Dalam kacamata orang beriman, hal ini mendorong seseorang untuk semakin menyerahkan diri kepada Tuhan yang diimaninya. Keterbatasan manusiawi kita mesti menjadikan kita semakin percaya bahwa Tuhan selalu mengasihi kita dengan segala keterbatasan yang kita miliki.

Mari kita berjuang untuk menemukan diri kita yang sebenarnya. Dengan demikian kita menjadi manusia yang sungguh-sungguh beriman kepada Tuhan. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

241

24 November 2009

Gunakan Inspirasi untuk Hidup


Suatu hari saya menemukan empat kalimat yang menarik bunyinya. Pertama, ini adalah impian seorang seniman. Kedua, untuk menerima inspirasi dalam mencipta. Ketiga, untuk membagikan kreasinya kepada sesama. Keempat, untuk mendukung secara total dalam proses.

Saya agak bingung dengan makna dari keempat kalimat ini. Saya berusaha untuk menelusuri makna dari masing-masing kalimat ini. Setelah lama mencari maknanya, saya menemukan bahwa sebuah kreasi seni itu membutuhkan suatu mimpi. Namun mimpi akan tinggal mimpi kalau tidak direalisasikan dalam suatu karya. Karena itu, seorang seniman yang punya mimpi untuk membuat lukisan mesti mulai menggoreskan kuas di atas kanvas.

Soalnya, bagaimana seorang seniman mulai mengerjakan kreasinya? Ternyata ia mengawalinya dengan dengan inspirasi. Inspirasi ini memanggil seniman itu untuk memulai kreasinya. Tangan seorang seniman lukis akan mengikuti inspirasi yang ada dalam benaknya.

Setelah suatu karya dilahirkan, sebuah lukisan tidak hanya dipajang untuk diri sendiri. Tetapi lukisan itu akan diperlihatkan kepada orang lain. Dengan demikian lukisan itu dapat dinikmati oleh orang lain. Hasil karya itu pun dapat dinilai oleh orang lain. Lukisan itu dikritik oleh orang lain. Kritikan yang disampaikan itu justru memberikan dukungan kepada seniman untuk melakukan kreasi-kreasi yang lebih unggul lagi. Lukisan itu menjadi suatu karya yang mampu membangkitkan semangat hidup banyak orang.

Hidup manusia itu mesti dimaknai secara mendalam. Kita hidup bukan sekedar hidup. Hidup ini memiliki tujuan yang mesti digapai. Untuk menggapai tujuan itu, orang mesti merancang hidupnya itu sendiri. Orang tidak bisa hanya duduk manis sambil menantikan bintang jatuh dari langit.

Setiap manusia itu seniman yang senantiasa melukis tentang sejarah hidupnya. Ke mana arah hidup seseorang itu ditentukan oleh bagaimana ia menggunakan tangannya untuk melukis hidupnya.

Ada orang yang merasa bosan dengan hidupnya. Ia mudah sekali merasa capek. Ia tidak bergairah atas hidupnya. Mengapa hal ini bisa terjadi? Hal ini terjadi karena orang tidak memiliki tujuan hidup. Ia hidup, tetapi tidak memiliki semangat. Ia tidak mampu menggunakan inspirasi yang mendatangi benaknya. Ia membiarkan inspirasi itu berlalu begitu saja. Tentu sangat disayangkan kalau ada orang yang hidup, tetapi tidak memiliki gairah.

Orang beriman mesti percaya bahwa setiap saat Tuhan selalu memberikan inspirasi yang terbaik bagi hidup kita. Kasih Tuhan kepada kita menjadi inspirasi yang dapat kita gunakan untuk memajukan hidup kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

240

23 November 2009

Mendengarkan Suara Hati

Seorang pembuat film sudah lama ingin membuat film dokumenter. Selama ini ia biasa membuat film biasa dari kisah-kisah hidup manusia atau dari novel-novel. Membuat film dokumenter merupakan impiannya sejak lama. Namun ia masih mengalami kesulitan dan belum ada yang memberi kepercayaan kepadanya.

Karena itu, ketika ada produser yang menawarinya untuk membuat film dokumenter, ia sangat gembira. Inilah saat yang baik baginya untuk menwujudkan mimpi yang sudah lama terpendam itu.

“Awalnya saya tidak percaya ada produser yang percaya sama saRata Penuhya. Saya tidak menyangka betapa beruntungnya saya harus mengerjakan tugas ini,” kata pembuat film itu.

Menurut informasi yang didapat, produser itu sudah lama mencari pembuat film dokumenter. Namun baru sekarang ini ia menemukan seorang pembuat film yang cocok yang mau mencerna keinginannya.

Pembuat film itu pun mengikuti kata hatinya untuk membuat film dokumenter yang ditawarkan kepadanya. Ia merasa cocok antara impiannya dan pekerjaan yang akan dilakukannya. Soal honor yang akan ia terima, pembuat film itu mengatakan ia hanya mau beramal. Ia serahkan semuanya kembali kepada produser film itu.

Dalam hidup ini orang mesti berani mengikuti suara hatinya yang baik. Suara hati itu mampu membimbing orang untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan baik yang direncanakannya. Sebuah mimpi untuk melakukan suatu kebaikan dapat menjadi pendorong semangat seseorang dalam hidupnya.

Dalam hidup ini selalu ada begitu banyak peluang yang dapat diambil untuk hidup ini. Mengapa orang gagal menangkap peluang yang dapat membantu orang sukses dalam kehidupannya? Ada banyak alasan. Namun satu hal yang dapat dikatakan adalah karena orang tidak punya mimpi dalam hidup ini. Orang menerima begitu saja apa yang ada dalam dirinya. Orang tidak mau berjuang untuk sesuatu yang lebih dari apa yang dimilikinya.

Untuk itu, orang mesti memiliki mimpi-mimpi. Mimpi dalam hal ini bukan khayalan kosong. Tetapi yang dimaksukan adalah suatu cita-cita yang indah yang mampu membawa seseorang pada suatu kesuksesan dalam hidup ini.

Sebagai orang beriman, bermimpi bukan suatu tahayul. Tetapi mimpi itu mampu mendorong orang untuk mewujudkan ajaran imannya dalam hidup sehari-hari. Namun ia tidak boleh lupa bahwa Tuhan senantiasa menyertainya dalam hidup ini.

Marilah kita patrikan dalam hati kita mimpi untuk hidup baik dan sejatera. Dengan demikian kita dapat meraih sukses dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

239

22 November 2009

Kasih Itu Andalan Hidup

Sepasang suami istri miskin bekerja keras untuk membiayai kuliah anak-anak mereka. Mereka begitu bangga ketika anak-anak mereka akhirnya lulus dan diwisuda. Meski orangtua tidak terpelajar dan berpakaian seadanya, pada saat wisuda anak-anak itu, mereka hadir. Mereka bangga terhadap perjuangan orangtua yang sederhana itu.

Mereka memperkenalkan orangtua mereka kepada para dosen dan teman-temannya yang lain. Saat itu, ada seorang mahasiswi dari keluarga sangat kaya. Ia memeluk orangtua miskin dari temannya itu. Ia terharu. Tidak hanya itu. Ia menangis tersedu-sedu. Ia merasakan kehangatan dari sang ibu yang sederhana itu. Kasih ibu itu seolah mengalir juga ke dalam dirinya.

Setelah memeluk kedua orangtua itu, ia berkata kepada mereka, “Ini pertama kali saya merasakan kasih dari sesama. Bapak dan ibu begitu baik. Kalian memiliki ketulusan hati. Saya tidak pernah merasakannya dari kedua orangtua saya.”

Menurut mahsiswi itu, kedua orangtuanya terlalu sibuk. Mereka punya usaha sendiri-sendiri. Mereka jarang sekali bertemu. Bahkan di rumah pun pertemuan mereka dapat dihitung dengan jari. “Saya tidak tahu apakah orangtua saya sungguh-sungguh mengasihi saya. Yang saya tahu hanya saya tidak pernah mengalami kesulitan dalam hal ekonomi. Apa saja yang saya minta pasti diberi. Orangtua saya pasti menyediakan semua kebutuhan saya.”

Meski begitu, mahasiswi itu tidak merasa bahagia dalam hidupnya. Ada yang lebih yang ia inginkan dari kedua orangtuanya. Ada yang hilang dalam hidupnya yang mesti ia temukan. Ia merasa hingga kini ia belum menemukan itu. Karena itu, ia bersyukur ada sepasang suami istri sederhana yang memiliki kasih yang tulus bagi anak-anaknya.

Ternyata hidup itu tidak hanya dicukupi oleh materi. Setiap orang butuh materi bagi hidupnya. Namun ada hal yang jauh lebih penting, yaitu kasih yang tulus. Kasih itu tumbuh melalui perhatian dan perjumpaan yang dilakukan. Kasih itu tumbuh dalam suatu relasi yang dekat. Orang tidak bisa menjalin kasih, kalau pertemuan saja jarang sekali terjadi.

Sebagai orang-orang beriman, kasih mesti menjadi andalan dalam hidup. Tanpa kasih, hidup ini tidak bernilai apa-apa. Hidup ini terasa hambar. Orang akan mudah sekali mengalami putus asa. Orang akan mengalami hidup ini tanpa makna.

Karena itu, mari kita tingkatkan relasi kasih yang semakin baik dalam keluarga kita masing-masing. Dengan kasih itu, kita ingin membangun hidup yang lebih baik. Hidup yang sungguh-sungguh menumbuhkan gairah bagi yang lain. Hidup yang selalu memperjuangkan kasih bagi semua orang yang dijumpai dalam hidup ini. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.



238

21 November 2009

Makna Kerja


Kini banyak pekerjaan yang dapat dilakukan oleh perempuan. Di jaman dulu, kaum perempuan sangat dibatasi dalam hal pekerjaan. Ada pekerjaan-pekerjaan yang hanya dilakukan oleh kaum lelaki, misalnya memanjat pohon, menjadi sopir atau menjadi pekerja kasar. Pekerjaan seperti itu tidak boleh dilakukan oleh kaum perempuan. Bahkan dulu menjadi pemimpin dalam masyarakat pun hanya dilakukan oleh kaum laki-laki.

Namun dengan munculnya emansipasi wanita, kaum perempuan mendapat tempat yang lebih banyak dalam kehidupan bermasyarakat. Mereka boleh menjadi kepala desa, camat, bupati, gubernur bahkan presiden. Mereka juga bisa menjadi penunggang kuda yang handal. Mereka dapat menjadi pelaut yang gesit.

Bagi kaum perempuan, bekerja bukan saja untuk pekerjaan itu. Bekerja merupakan suatu panggilan untuk mengekspresikan kasih kepada sesama. Dengan bekerja, kaum perempuan dapat membantu meningkatkan pendapatan ekonomi bagi keluarga. Kaum perempuan mengungkapkan kasih yang nyata kepada keluarganya.

Ada orang yang bekerja karena butuh penghasilan untuk kelangsungan hidupnya dan hidup orang lain. Baginya, pekerjaan merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari. Ada juga yang menganggap pekerjaan sebagai sarana untuk mengaktualisasikan diri. Siapa dirinya itu tampak dalam pekerjaannya. Dengan pekerjaan itu orang dapat menemukan pribadinya secara utuh.

Karena itu, orang yang tidak mau bekerja sebenarnya tidak menemukan identitas dirinya yang sesungguhnya. Ia belum penuh sebagai manusia. Karena pada hakekatnya manusia itu hidup dilingkupi oleh kegiatan-kegiatan. Bekerja itu bagian dari iman. Bekerja itu seni beribadah dengan cara yang lain. Melalui bekerja orang menghayati imannya dalam hidup sehari-hari.

Tuhan mengajarkan bahwa pekerjaan, tentu saja pekerjaan yang layak dan pantas, merupakan sarana untuk memberi kesaksian akan kasih Tuhan kepada manusia. Sebagai orang beriman, pekerjaan kita merupakan wujud nyata kita mengasihi Tuhan dan sesama. Orang yang kurang mengasihi Tuhan dan sesama itu biasanya tidak peduli dengan pekerjaan. Ia juga tidak peduli dengan dirinya sendiri. Ia merasa bahwa dirinya itu tidak berarti bagi orang lain.

Karena itu, mari kita terus-menerus bekerja selama kita masih diberi hidup dalam dunia ini. Kita mau mengungkapkan kasih kita kepada Tuhan dan sesama. Tanpa bekerja, kita hanyalah robot yang tidak berguna. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

237

20 November 2009

Berusaha Menangkap Peluang

Suatu hari ayahnya berpesan kepada Chatarina, “Sebelum berusia 40 tahun, kamu mesti kerja mati-matian. Kalau kamu tidak bisa melakukannya, hidupmu gagal”. Pesan almarhum ayahnya terngiang terus dalam pikiran perempuan paruh baya yang akrab dipanggil Rini itu.

Karena itu, ia ingin selalu menerapkannya dalam hidup sehari-hari, supaya tidak termasuk dalam orang-orang yang hidupnya gagal.

Tahun 1988, Rini menikah dengan seorang pelaut yang sudah 30 tahun bekerja di kapal Jerman. Suaminya mengajak Rini pindah ke Hamburg. Di sana, Rini gigih mencari pekerjaan. Ia mendapatkan pekerjaan sebagai sopir taksi. Bertahun-tahun ia jalani profesi itu pada siang hari. Sedangkan malam harinya, suaminya yang mengembudikan taksi itu. Suaminya sudah alih profesi.

Rini hidup bahagia dengan suaminya. Ia tidka termasuk orang yang gagal dalam hidup ini. Rini merajut hidupnya yang harmonis dengan suaminya, meski mereka berbeda bangsa. Inilah cita-cita sukses yang pernah diangan-angankan oleh Rini.

Memiliki suatu cita-cita itu sangat penting dalam hidup ini. Cita-cita itu memberi motivasi lebih kepada seseorang untuk semakin memacu dirinya dalam meraih sukses. Biasanya orang yang memiliki cita-cita itu orang yang mau bekerja keras. Ia tidak berpangku tangan saja sambil mengharapkan bulan jatuh dari langit.

Orang yang memiliki cita-cita dan ingin meraih cita-citanya itu juga memiliki peluang-peluang untuk maju. Namun ia selalu berusaha untuk menangkap peluang-peluang itu. Ia tidak membiarkan peluang-peluang itu datang kepada dirinya. Ia mesti mengejarnya sampai dapat.

Hidup yang penuh warna-warni ini menawarkan berbagai peluang kepada manusia. Soalnya, apakah manusia mampu menangkap peluang-peluang itu atau tidak? Untuk itu, manusia mesti memiliki kecerdasan dan kecerdikan serta ketulusan dalam hidup ini. Tiga hal ini dapat menjadi bekal bagi seseorang untuk menangkap setiap peluang yang lewat di depan matanya.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk terus-menerus mencari dan menangkap peluang-peluang yang lewat di depan kita dengan kekuatan yang berasal dari Tuhan. Bagi orang beriman, kekuatan Tuhan itu menjadi andalan hidup. Kekuatan Tuhan itu mampu menghantar seseorang untuk sampai pada cita-cita yang sudah lama digantungkannya.

Mari kita berusaha menangkap peluang-peluang yang ada di hadapan kita dengan tulus. Kita berusaha bersama Tuhan yang menjadi kekuatan kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
236

19 November 2009

Belajar Bertindak Benar

Adalah seorang bernama Daniel. Ketika masih remaja ia dihadapkan pada sebuah keputusan penting. Ia ditawari mengikuti pelatihan untuk sebuah posisi penting dan sangat menjanjikan. Ia ditawari sebuah kedudukan penting di istana raja. Ia menerima tawaran itu dengan resiko ia mesti menutup mulut terhadap setiap perbuatan jahat raja terhadap rakyatnya.

Syarat ini ternyata sangat mengganggu hati Daniel. Ia dikenal sebagai seorang yang vokal. Ia biasa melontarkan kritik terhadap kebijakan raja yang bertentangan dengan kehendak rakyat. Tetapi kini ia mesti menerima tawaran itu. Artinya, ia mesti menghentikan suaranya yang vokal. Ia mesti mengunci mulutnya rapat-rapat, ketika terjadi sesuatu yang tidak beres dalam istana raja.

Dalam kondisi seperti itu, Daniel tetap maju untuk menjadi staf penting raja. Ia berpikir, ia dapat memperbaiki kebijakan-kebijakan raja yang bertentangan dengan kehendak rakyat. Caranya adalah dengan menjadi staf raja. Meski cara ini sudah usang, Daniel masih mengharapkan berdaya gunanya cara ini.

Suatu kali raja meminta Daniel untuk mendatangi para petani. Ia diminta untuk mengambil hasil bumi para petani itu untuk raja. Daniel tidak mau melakukan perintah raja. Baginya, rakyat memiliki hak atas hasil usaha mereka. Jadi raja tidak bisa begitu saja mengambil hasil bumi mereka. Ia mengikuti bisikan suara hatinya. Meski raja berjanji untuk memberi insentif yang besar kepadanya, Daniel tetap tidak bergeming.

Raja pun tidak bisa berbuat apa-apa atas sikap Daniel. Raja menyerah. Sejak saat itu, raja tidak berani lagi untuk mengambil hasil bumi rakyat.

Sebagai manusia, kita juga sering berhadapan dengan situasi sulit seperti yang dihadapi Daniel. Namun satu hal yang mesti kita pegang adalah kebenaran tidak bisa dikalahkan oleh perbuatan yang tidak baik. Kebenaran mesti tetap dijunjung tinggi. Kebenaran mesti menjadi mahkota bagi setiap pemimpin dalam menjalankan tugasnya. Tanpa kebenaran, hidup menjadi suram. Tanpa kebenaran, semua perjuangan kita akan sia-sia belaka.

Kita mengakui bahwa dalam dunia ini ada orang-orang yang tidak peduli terhadap kebenaran. Tentu hal ini sangat disayangkan. Kebenaran mesti menjadi kunci hidup setiap orang.

Karena itu, sebagai orang beriman, kita diajak untuk selalu memperjuangkan kebenaran dalam hidup kita. Kita mesti mulai dari hal-hal yang kecil yang ada di dalam keluarga kita. Kita belajar untuk bertindak benar terhadap sesama kita. Hanya dengan demikian kita dapat menjadi orang-orang yang benar dan jujur dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.


235

18 November 2009

Memiliki Ketangguhan dalam Usaha

Gempa dan tsunami Aceh boleh mendera manusia. Bahkan tsunami telah menghilangkan keluarga besarnya. Namun Nelly Nurlaila tetap tegar. Ia juga telah kehilangan usaha roti yang baru dijalani satu tahun sebelum bencana itu. Nelly bangkit dari keterpurukannya. Ia memulai usahanya dari nol.

Ia memiliki sikap positif dan tekad kuat tak ikut hanyut bersama tsunami. Kini Nelly memimpin produksi roti yang diberi nama Nusa Indah Bakery. Karyawannya sebanyak 35 orang. Produksi rotinya bisa mencapai 12 ribu hingga 15 ribu per hari. Omset per hari dari penjualan mencapai 7 juta rupiah atau sekitar 2,1 milyar rupiah per tahun.

Usaha kerasnya itu membuahkan hasil. Ia menerima anugerah Dji Sam Soe Award 2007 lalu. Ketika menghadiri ajang ini, ia berkomentar, “Seperti mimpi rasanya. Terus terang saya tak pernah terpikir untuk tampil di ajang seperti ini. Apalagi sampai menjadi pemenang.”

Rupanya ketangguhan untuk bangkit lagi setelah jatuh berkali-kali, apalagi dari sebuah musibah besar, menjadi poin plus bagi seorang pengusaha. Nelly memulai usahanya dengan kerja keras. Ia memulai usaha membuat kue sejak lulus SMA. Meski pada awalnya kesuksesan enggan menghinggapinya, ia tetap berjuang. Ia tidak menyerah pada kegagalan demi kegagalan. Ia mengubah usahanya dengan membuat roti. Meski sudah mulai tampak berhasil, tsunami akhirnya menghapus harapannya. Ia mesti mulai dari nol lagi. Dan kini Nelly berhasil meraih cita-citanya.

Ketangguhan dalam usaha itu menjadi suatu unsur yang penting dalam hidup orang-orang yang mau sukses. Dalam ketangguhan itu ada aspek keberanian. Artinya, orang berani mempertaruhkan segalanya demi meraih keberhasilan. Ada berbagai jalan baik dan halal yang ditempuh untuk meraih kesuksesan itu.

Kisah Nelly Nurlaila menjadi salah satu contoh bagi kita. Tentu Nelly tidak hanya punya ketangguhan. Di balik itu ia memiliki iman yang besar kepada Tuhan. Ia yakin, Tuhan yang mahapengasih dan penyayang itu tidak meninggalkan dia berjuang sendiri. Tuhan pasti terlibat dalam usaha-usahanya.

Sebagai orang beriman, ketangguhan menjadi bekal bagi kita dalam usaha-usaha meraih keberhasilan. Tentu saja kita ingin agar keberhasilan kita itu memiliki makna yang dalam bagi hidup kita. Karena itu, kita mesti selalu menghiasi hari-hari hidup kita dengan iman yang mendalam kepada Tuhan. Beriman berarti kita mau menyerahkan seluruh hidup kita kepada Tuhan. Kita membiarkan Tuhan terlibat dalam seluruh perjalanan hidup kita.

Mari kita berjuang dalam dunia yang penuh dengan berbagai kesulitan dan bencana ini. Kita andalkan ketangguhan yang disertai dengan rahmat Tuhan. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

234

17 November 2009

Jangan cepat putus asa

Tanggal 20 Mei 2008 yang lalu terjadi suatu peristiwa yang mengenaskan. Seorang ibu yang sedang hamil di Sumatera Utara tega minum racun maut. Ia tidak sendirian. Ia mengajak kedua anaknya untuk bersama-sama menenggak racun rumput. Ketiganya lantas menghembuskan nafas terakhir. Mereka meninggal dunia tanpa didampingi oleh suami dan ayah mereka.

Menurut keterangan, ibu dua anak itu tega menghabisi nyawanya dan nyawa kedua anaknya karena persoalan ekonomi. Hidup yang tidak mudah di jaman sekarang ini menjadi pemicu tindakan nekad itu. Suaminya hanyalah seorang buruh tani yang berpenghasilan pas-pasan. Bahkan hasil kerjanya tidak cukup untuk biaya hidup keluarganya.

Keputusasaan menghiasi hari-hari hidup ibu muda ini. Jalan pintas pun ia tempuh. Ia menenggak racun rumput yang ada di rumahnya. Kematian tragis menjadi bagian hidupnya dan kedua anaknya.

Saudara Penderitaan memang sering kita alami dalam hidup ini. Ada yang menderita karena penyakit yang tidak sembuh-sembuh. Ada yang menderita karena penyakit ganas. Dalam beberapa bulan saja orang yang menderita penyakit ganas ini telah menutup mata untuk selama-lamanya. Namun ada juga sesama yang menderita karena kesulitan ekonomi. Pendapatan yang kecil sering menyebabkan orang menderita dalam hidupnya.

Tetapi pertanyaannya, apakah kita mesti menyerah pada penderitaan? Bukankah penderitaan itu adalah bagian dari hidup manusia? Bukankah manusia yang tidak pernah mengalami penderitaan adalah manusia yang semu?

Ada orang mengatakan bahwa kita mesti menjadikan penderitaan itu sebagai sahabat dalam perjalanan hidup kita. Seorang yang sakit asma, misalnya, bisa mengalami kebahagiaan dalam hidupnya kalau ia menjadikan sakitnya sebagai sahabat setianya. Ketika penyakitnya itu kumat, ia berusaha sekuat tenaga untuk menenangkannya. Ia berusaha untuk menyembuhkannya.

Setiap kita akan mengalami penderitaan entah sekecil apa pun. Karena itu, kita diharapkan untuk tidak putus asa, ketika susah dan derita melanda kita. Justru kita mesti memiliki semangat untuk mencari cara-cara untuk keluar dari penderitaan kita. Mungkin kisah ibu yang minum racun itu sudah mencari cara-cara untuk keluar dari persoalan ekonomi rumah tangganya. Mungkin ia kurang bersabar. Ia ingin cepat memperoleh hasil. Ketika tidak menemukan hasil yang memadai, ia tega minum racun.

Sebagai orang beriman, kita tentu ingin memiliki kesabaran dan ketekunan dalam usaha-usaha untuk mengatasi persoalan-persoalan hidup kita. Karena itu, mari kita berjuang terus-menerus. Jangan cepat putus asa. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

233

16 November 2009

Mendoakan Sesama yang Bermasalah

Sore itu, Ibu Marina duduk termenung di ruang tengah rumahnya. Beberapa hari ini ia agak shock. Kabar kurang baik menimpa putranya. Kabar angin mengatakan bahwa putra keduanya sedang punya masalah berat. Ia sudah mendoakan putranya itu. Ratusan doa sudah ia panjatkan. Namun kabar tentang masalah putranya semakin santer saja.

“Tuhan, bantulah anak saya. Kuatkanlah dia,” doa Ibu Marina.

Setelah beberapa saat, Ibu Marina menghampiri telephon yang berdering. Tangannya bergetar ketika mengangkat gagang telephon. Namun setelah mendengar suara putra keduanya, batinnya terasa tenang. Tangannya menggenggam erat gagang telephon.

“Ibu, masalah berat yang diberitakan menimpa saya itu sudah selesai. Sebenarnya hanya salah pengertian saja. Ibu tidak usah percaya pada kabar miring lagi,” kata anaknya.

Mata Ibu Marina berkaca-kaca. Air mata kebahagiaan kemudian meleleh membasahi wajahnya yang mulai keriput. Ia meletakkan gagang telephon itu. Lantas ia bergegas ke tempat duduknya. Ia berdoa lagi kepada Tuhan hingga malam menjemputnya.

Satu tema utama yang didoakan Ibu Marina adalah agar Tuhan mendampingi putranya yang sedang bermasalah. “Tuhan, dampingilah anak saya dan semua orang yang telah memberitakan hal-hal yang kurang baik tentang anak saya. Bantulah ia bertahan dalam kebenaran,” doa Ibu Maria sebelum menyantap santapan malam.

Apakah Anda pernah mendoakan anggota keluarga Anda atau kenalan Anda untuk tetap bertahan dalam kebenaran? Atau justru Anda ikut terlibat dalam gosip-gosip yang menjatuhkan nama baik mereka?

Kita hidup dalam suatu dunia yang begitu transparan. Informasi begitu mudah kita dapatkan tentang orang-orang yang ada di sekitar kita. Ada informasi yang baik. Ada pula informasi yang kurang baik yang bisa menjatuhkan nama baik sesama kita. Kita perlu menyaring semua informasi itu. Yang dibutuhkan dari kita adalah hati yang murni yang mampu melihat sebuah informasi secara netral.

Ibu Marina menjadi salah satu contoh bagi kita. Ketika mendengar berita miring tentang putranya, ia mendoakannya. Ia membawa masalah putranya itu kepada Tuhan. Ia mendialogannya dengan Tuhan. Dengan demikian ia mendapatkan peneguhan dari Tuhan. Ia tidak begitu saja percaya pada berita-berita miring. Ia sungguh-sungguh memelihara batinnya tetap baik dan murni.

Sebagai orang beriman tentu kita juga ingin agar kita mendoakan sesama kita yang berada dalam masalah berat. Kita tidak ingin menjerumuskan mereka ke dalam masalah yang lebih berat lagi. Kita ingin agar sesama kita itu dapat bangkit dari persoalan-persoalan hidup itu.

Karena itu, mari kita bawa mereka dalam doa-doa kita. Biar Tuhan yang mahapengasih dan penyayang memberikan kekuatan dan kemampuan bagi mereka untuk menyelesaikan persoalan mereka. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

232

15 November 2009

Merasakan Kebahagiaan



Setelah Bankei meninggal dunia, seorang buta yang tinggal di dekat situ berkata kepada temannya, “Sejak aku buta, aku tidak bisa melihat wajah orang lain. Maka, aku membedakan karakter orang dari gaya bicaranya. Biasanya, kalau aku mendengar pujian orang terhadap orang lain atas suatu keberhasilan atau kebahagiaan, aku juga dapat merasakan perasaan iri hati dalam diri orang tersebut. Sebaliknya, kalau mendengar ucapan belasungkawa, aku pun mendengar suara kepuasan seakan-akan kesedihan itu membahagiakan orang yang mengucapkan ungkapan belasungkawa itu karena ada sesuatu yang hilang, tetapi dia sendiri mendapatkan sesuatu bagi dirinya sendiri.”

Kemudian, orang buta itu melanjutkan perkataannya, "Tetapi, menurut pengalamanku, Bankei selalu jujur. Kalau dia mengucapkan selamat atas kebahagiaan orang lain, tiada lain yang kudengar kecuali kebahagiaan. Kalau dia mengungkapkan belasungkawa, yang kudengar hanyalah kesedihan.”

Dalam hidup ini mata kita sering buta terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar kita. Kita sering kurang peduli. Kalau kita peduli itu biasanya karena ada sesuatu di balik itu. Kalau ada orang yang sukses dalam hidup ini sering kita mendengar suara-suara sumbang. “Akh, itu kan karena dia yang sukses itu korupsi. Atau itu kan dia dapat dari perbuatan yang tidak halal.” Jarang dengan hati yang tulus kita memuji kesuksesan seseorang. Jarang kita memberi apreciate terhadap kesuksesan seseorang.

Kisah orang buta yang dapat merasakan suasana batin melalui suara yang didengarnya. Tentu saja ia belajar untuk peka terhadap suasana di sekitarnya. Ia belajar untuk memahami suasana batin seseorang.

Tentu saja orang buta itu membuat kita malu. Mengapa kita kurang jujur dalam hidup ini? Mengapa terjadi gap antara apa yang kita ungkapan di bibir dengan apa yang ada dalam batin kita?

Melalui kisah ini kita mau diajak untuk secara jujur mengungkapkan isi hati kita. Hanya melalui kejujuran itu orang dapat menerima kehadiran kita dalam masyarakat. Hanya dengan kejujuran itu kita dapat meretas hari esok yang lebih baik.

Saudara, setiap agama mengajarkan kejujuran kepada setiap pemeluknya. Tentu saja para pendiri agama-agama itu memiliki maksud yang sangat dalam ketika mereka mengajarkan kejujuran kepada para pemeluknya. Mereka ingin agar damai dan kesejahteraan senantiasa menjadi bagian dari hidup kita. Mereka ingin agar kita menemukan hidup yang lebih baik dalam kejujuran.

Karena itu, mari kita berjuang untuk senantiasa konsisten antara apa yang kita katakan di bibir dengan apa yang ada dalam hati kita yang terdalam. Kalau kita hanya dapat berkata-kata di bibir, maka kita hanya akan menemukan kedamaian dan kebahagiaan semu dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

231

14 November 2009

Mengolah Mutiara-mutiara yang Indah


Suatu ketika Daiju mengunjungi guru Baso di Cina. Ketika mereka bertemu, Baso bertanya, "Kamu sedang mencari apa?"

Tanpa pikir panjang, Daiju menjawab, “Pencerahan.”

Baso agak bingung mendengar jawaban Daiju. Lantas ia berkata, “Kamu sudah memiliki mutiara dalam rumahmu. Mengapa kamu mencari lagi sesuatu di luar?"

Daiju tidak bisa mengerti. Dia tidak bisa menangkap kata-kata Baso dengan baik dan jelas. Jadi ia bertanya, “Di manakah mutiara itu?”

Sambil tersenyum, Baso menjawab, “Apa yang kamu tanyakan itu adalah mutiara itu.”

Seketika itu juga, Daiju mendapatkan pencerahan. Sejak saat itu dia mengajak teman-temannya untuk membuka mata mereka guna melihat mutiara dalam rumah mereka masing-masing dan menggunakan mutiara itu. Ternyata ada begitu banyak mutiara bertebaran di dalam rumah mereka. Mutiara-mutiara itu mesti digunakan untuk kebahagiaan mereka.

Kita seringkali bingung akan diri kita sendiri. Kaum remaja yang sedang tumbuh biasanya masih belum punya pegangan yang pasti. Mereka masih meraba-raba tentang kemampuan-kemampuan mereka. Mereka mudah sekali tergoda oleh sesuatu yang ada di luar diri mereka. Karena itu, mereka mudah sekali mengikuti trend yang ada. Mereka suka mengikuti mode yang sedang berkembang.

Seolah-olah sesuatu yang ada di luar diri mereka itulah yang mesti mereka kejar dan dapatkan. Kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa dalam diri kita tersedia mutiara-mutiara indah yang mesti kita temukan dan kembangkan. Mutiara-mutiara itu sangat berguna bagi kehidupan kita.

Kalau mutiara-mutiara berharga ini sudah kita temukan, kita mesti mulai mengolahnya menjadi sesuatu yang berguna untuk kehidupan kita. Ada orang yang tidak peduli dengan kemampuan-kemampuan yang ada dalam dirinya. Mereka biarkan begitu saja, sehingga mati dan tak berguna bagi hidup mereka. Tentu hal seperti ini sangat kita sayangkan. Mutiara-mutiara berupa kemampuan-kemampuan itu mesti diolah dan dikembangkan sebaik mungkin. Dengan demikian menjadi sesuatu yang berharga bagi hidup kita.

Sebagai orang beriman, kita tidak ingin mutiara-mutiara itu lenyap begitu saja dari diri kita. Kita ingin agar mutiara-mutiara itu menjadi sesuatu yang berharga dan bernilai bagi perjalanan hidup kita. Karena itu, kita mesti mengolah dan mengembangkannya menjadi sesuatu yang berguna untuk hidup kita.

Orang beriman itu orang yang tidak mau membiarkan kemampuan-kemampuan dalam dirinya berlalu begitu saja. Orang beriman itu selalu mau berusaha untuk mengembangkan kemampuan-kemampuannya. Dengan demikian, ia dapat menghayati imannya dalam hidup yang nyata.

Mari kita berusaha sekuat tenaga untuk mengolah dan mengembangkan mutiara-mutiara indah di dalam diri kita. Jangan biarkan mutiara-mutiara itu menjadi karat dan tak berguna. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

230

13 November 2009

Menjadi Manusia Produktif

Poppy Dharsono (56) menggelar peragaan busana, Senin, tanggal 19 Mei 2008 lalu. Kali itu tema rancangannya adalah Godess with Loves. Ia terinspirasi pada keseimbangan, yang menjadi hal utama dalam hidup. Ketenteraman itu berawal dari kesucian jiwa yang seimbang. Ia memilih kain lurik dan batik berwarna dasar coklat, hitam, dan emas.

Sebelum peragaan di Mal Kelapa Gading, Jakarta Utara, itu, dia membagikan buku biografi, Poppy Dharsono: Perempuan Jawa Abad Ke-21. Tentang bukunya itu, ia berkata, "Bukan biografi 100 persen, perjalanan hidup perempuan Jawa yang termotivasi jadi orang produktif."

Ia lantas bertutur, tahun 1972 dia melakukan perjalanan sendiri ke Nepal, India, hingga Himalaya. Ia tidur bersama 15 orang bule memakai kantung tidur. Ia berkata, "Mulanya saya pakai sepatu hak dan berparfum, tapi lalu dicarikan sepatu kets. Barang-barang saya tinggal di Kathmandu.” Hari Jumat tanggal 16 Mei 2008 lalu ia mendapat Fashion Icon Award dalam Jakarta Fashion and food Festival 2008.

Sepanjang perjalanan itu ia berdialog dengan banyak orang hingga sampai pada satu pemikiran: Jadilah manusia produktif. Setelah menjadi model, perancang, lalu pengusaha, Poppy merambah jagat politik. Ia ingin menjadi manusia yang produktif. Ia ingin menghasilkan karya-karya yang berguna bagi hidupnya dan bagi bangsa dan negara.

Dalam hidup ini kita berjumpa dengan orang-orang yang memiliki cita-cita yang tinggi. Namun mereka tidak hanya menggantungkan cita-cita itu setinggi langit. Mereka mau bekerja keras untuk meraih cita-cita itu. Adakalanya mereka mesti menyingkirkan segala kesenangan sesaat. Mereka rela menderita demi tercapainya cita-cita mulia itu.

Kisah Poppy Darsono merupakan salah satu contoh orang yang ingin sukses dalam hidup. Ia rela meninggalkan kenikmatan sesaat untuk meraih sukses yang lebih baik. Ia mencapai itu. Ia menjadi salah seorang perempuan terproduktif di negeri ini. Tentu saja ia berhak meraih sukses itu, karena ia berjuang keras. Ia bekerja keras untuk itu.

Sekarang ini banyak orang menjadi manusia konsumtif. Mereka rela mengunjungi mal-mal untuk menikmati sesaat kenikmatan. Mereka rela membuang waktu untuk antri berjam-jam di counter mal-mal. Untuk apa? Untuk menikmati. Enjoy aja lagi!

Menjadi manusia produktif berarti orang ingin mengembangkan dirinya sampai semaksimal mungkin. Ada inovasi atau temuan baru yang mereka lakukan. Dengan demikian mereka dapat bertahan dalam dunia persaingan yang begitu ketat sekarang ini. Tentu hal ini berbeda dengan manusia yang konsumtif. Mereka tidak berani bersaing dalam menciptakan sesuatu yang baru. Mereka bersaing dalam konsumsi.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk ikut terlibat dalam memproduksi barang-barang kebutuhan hidup kita. Kita diajak untuk selalu melakukan inovasi atau menemukan sesuatu yang baru untuk kemajuan bangsa manusia. Karena itu, dibutuhkan suatu kerja keras dan keuletan dalam menghadapi persaingan yang begitu ketat sekarang ini. Mari kita berusaha untuk menjadi manusia produktif. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

229

12 November 2009

Belajar Mendengar

Suatu ketika seniman Djaduk Ferianto mengajak para penonton untuk belajar mendengar, ketika dia bertindak selaku bintang tamu pada pertunjukkan kelompok musik asal Yogyakarta, Kuaetnik, di Taman Budaya Yogyakarta.

Mengapa kita harus belajar mendengar? Pria kelahiran Yogyakarta ini memberi alasan, “agar kita tetap dihargai, manusia perlu belajar untuk mendengarkan. Jangan maunya didengarkan terus.”

Menurutnya, jika tidak mau mendengar, seseorang nantinya bisa menjadi sosok yang tuli permanen.

Untuk itulah, Djaduk mengaku tidak pernah merasa bosan mengimbau para penikmat musik, agar mau belajar mendengar.

Ia berkata, “Siapa tahu di antara Anda yang menjadi pejabat publik.”

Bagi Djaduk, seorang pejabat publik mesti mau mendengarkan suara rakyat yang dipimpinnya. Dengan demikian ia tahu kebutuhan rakyat yang dipimpinnya itu.

Manusia yang sehat memiliki telinga yang sehat pula. Telinga itu digunakan untuk mendengarkan banyak hal untuk kepentingan hidupnya dan sesamanya. Orang yang tidak mau menggunakan telingannya untuk mendengarkan, biasanya orang yang mau seenaknya sendiri. Orang yang tidak peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Biasanya orang seperti ini mau menang sendiri. Keinginannya mesti dipenuhi oleh orang lain. Ia memaksakan kehendaknya kepada orang lain.

Bagaimana jadinya, kalau dunia ini dihuni oleh orang-orang yang mau menang sendiri? Dunia ini pasti kacau. Dunia ini bukan menjadi tempat yang aman bagi hidup manusia. Setiap orang akan membentuk benteng sendiri-sendiri yang dijaga dengan ketat. Hasilnya adalah suatu dunia yang dipenuhi oleh sosok-sosok egois.

Ajakan Djaduk memang benar. Kita mesti belajar untuk mendengarkan orang lain. Dengan mendengarkan, kita dapat menerima banyak hal baik bagi diri kita sendiri. Kita dapat menciptakan suatu dunia yang lebih damai dan tenteram.

Sebagai orang beriman, kita memiliki batin yang mesti selalu siap mendengarkan setiap ungkapan hati sesama. Orang yang memiliki batin yang bersih biasanya siap pula untuk menyimpan setiap ungkapan dari sesamanya. Untuk itu, orang beriman mesti memiliki kesabaran dalam memasang telinga dan batinnya untuk mendengarkan dan mengolah keluh kesah sesamanya. Dengan demikian, ia mampu memberi yang terbaik bagi sesama di sekitarnya yang membutuhkan bantuannya. Ia menjadi orang yang peduli terhadap sesama.

Mari kita berusaha untuk peduli terhadap sesama dengan mampu mendengarkan sesama kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

228

Menghadapi Kesulitan dengan Hati yang Tegar



Di Jepang ada seorang tentara yang tertangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Pada malam itu dia tidak bisa tidur karena sangat cemas. Ia takut keesokan harinya ia akan diinterogasi dan disiksa. Sepanjang malam itu ia membayangkan hal-hal buruk yang akan menimpa dirinya.

Sepanjang malam itu ia sangat resah. Namun setelah beberapa saat ia teringat kata-kata gurunya dulu. Gurunya pernah berkata, “Besok tidak nyata. Besok hanyalah bayang-bayang semu. Satu-satunya yang nyata adalah sekarang dan di sini.”

Tentara itu menjadi semangat lagi. Ia memejamkan matanya dan ia dapat tidur dengan nyenyak malam itu. Dalam hati ia berkata, “Apa yang akan terjadi besok, terjadilah. Saya akan menghadapinya dengan lapang dada.”

Keesokan harinya, proses interogasi berjalan seperti biasa. Tentara itu dengan tegar menghadapinya. Ia menjawab setiap pertanyaan dengan baik. Selang beberapa lama, tentara itu dibebaskan karena tidak terbukti bersalah. Ia pulang ke rumahnya dengan hati yang gembira.

Banyak orang resah dan gelisah akan hidupnya. Apalagi di jaman serba sulit seperti sekarang ini. Gaji pegawai negeri yang sebentar lagi naik membuat banyak pihak gelisah. Banyak orang tidak bisa tidur, karena hal ini. Kelanjutan dari naiknya gaji pegawai negeri adalah naiknya barang-barang kebutuhan hidup. Masyarakat kecil semakin resah akan hidupnya.

Tetapi pantaskah kita resah dan gelisah, karena naiknya harga-harga kebutuhan hidup? Bukankah hidup ini mengalir seperti air? Bukankah kita mesti menapaki hidup ini langkah demi langkah?

Hidup memang berat dalam kondisi perekonomian yang kurang begitu baik sekarang ini. Namun kita bisa bercermin pada krisis ekonomi yang terjadi sebelas tahun lalu. Ada begitu banyak usaha untuk keluar dari kesulitan hidup. Krisis yang dihadapi itu kemudian berangsur-angsur dapat diatasi.

Sebagai orang beriman, kita mesti tetap berpegang teguh pada Tuhan yang maha pengasih dan penyayang. Tuhan senantiasa menyertai kita sejelek apapun situasi yang kita hadapi. Yang dibutuhkan dari kita adalah penyerahan diri yang total kepada Tuhan. Dalam sikap penyerahan diri yang total itu, kita juga berusaha untuk keluar dari krisis yang kita hadapi. Tuhan akan membantu kita sejauh kita juga mau berusaha untuk keluar dari kesulitan yang kita hadapi.

Karena itu, janganlah kita cemas dan gelisah. Mari kita hadapi hidup ini dengan hati yang tegar, meskipun begitu banyak persoalan yang mesti kita hadapi. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.




227

11 November 2009

Berani Menyesuaikan Diri

Suatu hari seorang lelaki jatuh ke dalam sungai yang dalam. Arus sungai itu pun sangat deras, sehingga menyeret orang itu. Lelaki itu berada dalam bahaya besar, karena sebentar lagi ia akan jatuh ke dalam air terjun yang sangat tinggi di ujung sungai itu. Jiwanya tak akan bisa ditolong.

Orang-orang yang melihat kejadian itu sangat kuatir akan keselamatan lelaki itu. Namun mereka tidak bisa berbuat banyak untuk menyelamatkannya. Tidak ada peralatan yang memadai untuk menolongnya. Orang pun tidak akan kuat melawan arus sungai yang deras untuk menyelamatkan lelaki malang itu.

Namun suatu keajaiban terjadi. Lelaki itu dapat selamat. Bahkan dia keluar dari bawah air terjun itu tanpa luka sedikit pun. Orang-orang di sekitar tempat itu heran, bagaimana ia bisa selamat.

Ketika ditanya, lelaki itu menjawab, “Saya menyesuaikan diri dengan air dan bukan air yang menyesuaikan diri dengan saya. Tanpa berpikir, saya membiarkan diri dibentuk oleh air itu. Saya jatuh dalam pusaran air, keluar lagi bersama pusaran air. Itulah rahasia bagaimana saya bisa selamat.”

Semua orang yang mendengarnya terkagum-kagum. Mereka tidak menyangka, kalau ia dapat selamat dari marabahaya itu.

Menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar itu sangat penting dalam hidup ini. Bagaimana pun orang yang berhasil dalam hidup itu biasanya orang-orang yang mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Artinya, orang seperti ini mampu menerima pengaruh dari luar dirinya. Orang ini mampu juga mempengaruhi lingkungan di luar dirinya.

Menyesuaikan diri tidak berarti mengikuti begitu saja arus jaman. Orang yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan di sekitarnya itu biasanya bersikap kritis juga terhadap lingkungannya. Ia tidak begitu saja menerima pengaruh dari luar dirinya. Ia menggunakan pengaruh dari luar dirinya untuk menemukan jurus-jurus yang ampuh bagi kemajuan dirinya.

Sebagai orang beriman, usaha kita untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan di sekitar berarti kita mau menerima hal-hal baik yang ada dalam diri sesama kita. Dengan demikian, kita dapat menemukan hidup yang lebih baik. Kita dapat meneruskan perjuangan kita untuk hidup yang lebih baik.

Untuk itu, mari kita berani masuk dalam arus jaman kehidupan ini. Kita masuk ke dalam arus jaman untuk mengubah yang kurang baik. Kita masuk ke dalam arus jaman untuk meluruskan yang tidak benar. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

224

Indahnya Hidup dalam Kebersamaan

Seorang gadis suka memamerkan kemampuannya di hadapan teman-temannya. Menurutnya, itulah caranya dia memperoleh popularitas. Ketika dikomentari oleh teman-temannya, ia masa bodoh. Ia tidak mau menggubris omongan mereka. Bahkan ia semakin menjadi-jadi. Ia mengatakan kepada teman-temannya bahwa ayahnya adalah seorang kaya raya yang tinggal di suatu kota. Ayahnya akan memberikan apa saja yang dia butuhkan. Dia mengatakan bahwa ayahnya akan membelikan mobil termewah. Ayahnya juga akan membeli sebuah rumah untuknya, sehingga ia tidak perlu kost lagi.

Teman-temannya terpaksa percaya, karena ia anak yang baru pindah dari kota tetangga. Gaya hidup gadis itu pun semakin tinggi. Kalau teman-temannya mengajak untuk makan di warung di pinggir jalan, ia menolak. Ia mau makan di restoran yang mahal. Akibatnya, ia semakin kehilangan teman. Dari hari ke hari teman-temannya semakin berkurang.

Suatu hari ia dikunjungi oleh ayahnya, seorang yang berpenampilan sederhana. Ayahnya hanya memakai sandal jepit kumal. Ia layaknya seorang pembantu. Ketika teman-teman gadis itu bertanya kepadanya, ia mengaku orang yang mengunjunginya itu sebagai pembantu di rumahnya. Ia malu mengakui orang itu sebagai ayah kandungnya. Namun teman-temannya semakin yakin bahwa gadis itu berbohong kepada mereka.

Akhirnya, gadis yang ingin populer itu kehilangan teman-temannya. Ia menjadi orang yang asing di tempat itu. Tidak ada yang mau bepergian dengannya.

Mencari popularitas diri bukan hal yang aneh lagi dalam dunia kita sekarang ini. Popularitas sudah menjadi obsesi dari begitu banyak orang. Bahkan di tengah situasi krisis seperti sekarang ini. Orang bahkan berani mengorbankan sesamanya demi popularitas diri itu.

Kisah gadis tadi menjadi salah satu contoh bentuk negatif dari popularitas. Karena ingin populer, gadis itu tidak mau mengakui ayahnya yang miskin. Meski secara fisik ia menerima kehadirannya, tetapi di dalam hatinya sebenarnya ia menolak kehadiran ayahnya.

Soalnya, apa yang didapat dari popularitas itu? Bukankah yang sering diperoleh adalah kepuasan semu? Semestinya yang ditemukan dalam popularitas itu adalah damai dan kesejahteraan bagi semua orang.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa menciptakan damai bagi diri dan sesama. Hanya melalui kedamaian itu, kita dapat menciptakan suatu hidup yang bahagia. Mari kita bersama-sama berusaha untuk menerima setiap orang dalam hidup kita. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

223

10 November 2009

Menjadi Berkat bagi Sesama

Seorang perempuan berkulit hitam bernama Rosa Park memberikan inspirasi bagi Marthin Luter King untuk memulai gerakan anti rasial di Amerika Serikat. Suatu hari Rosa Park naik bis kota di kota Georgia, Amerika Serikat. Ia duduk di bagian depan dari bis itu. Biasanya, di bagian itu hanya dikhususkan bagi para penumpang berkulit putih. Mereka yang berkulit hitam tidak boleh menempati tempat duduk di bagian depan.

Salah seorang polisi berkulit putih memerintahkan Rosa Park untuk pindah ke belakang. Bagian ini dikhususkan bagi kaum kulit hitam. Namun Rosa Park menolak perintah itu. Baginya, semua orang memiliki hak yang sama. Ia tidak mau memberikan tempat duduk itu kepada seorang penumpang kulit putih yang terpaksa berdiri. Akibatnya, ia dipaksa turun dari bis oleh polisi.

Dengan hati getir, Rosa Park pulang ke rumahnya. Ia tidak ingin melihat rasialisme menimpa dirinya dan kaumnya. Ia ingin rasialisme segera lenyap dari negerinya. Beberapa hari kemudian ia melaporkan peristiwa itu kepada Marthin Luther King, seorang pendeta muda. Peristiwa itu kemudian menjadi gerakan anti rasial terbesar di Amerika Serikat di tahun 1960-an.

Bagi Marthin Luther King, penindasan terhadap kaum minoritas tidak sesuai dengan maksud Tuhan yang telah menciptakan manusia. Manusia diciptakan sama hak dan martabatnya. Tidak ada yang lebih rendah daripada yang lain. Berkat usaha-usaha kesetaraan hidup ini akhirnya kini bangsa Amerika saling menghargai. Tidak terjadi lagi rasialisme.

Rasialisme itu suatu bentuk penolakan terhadap sesama. Artinya, orang bukan hanya sekedar menolak sesama, tetapi juga menolak Tuhan yang sudah menciptakan manusia itu. Akibat dari penolakan itu adalah terjadinya penindasan terhadap sesama manusia. Ada orang yang harus mengalami penderitaan, karena penindasan itu.

Dalam dunia kita sekarang ini masih ada banyak orang yang mengalami penderitaan, karena penindasan dalam berbagai bentuk. Kita ambil saja contoh korupsi yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu dalam negara kita. Anggaran belanja yang semestinya diperuntukkan bagi masyarakat itu dipakai oleh segelintir orang saja. Akibatnya, jutaan masyarakat mengalami penderitaan. Proyek jalan untuk mengatasi isolasi semestinya diselesaikan tetapi terkatung-katung, karena dana yang menguap entah ke mana. Masyarakat tidak bisa menjalankan roda ekonominya dengan baik. Akibatnya, penghasilan mereka tidak bisa dibawa untuk dijual di kota. Kemiskinan kemudian menjadi bagian dari hidup mereka.

Sebagai orang beriman, kita tentu ingin hidup damai dan tenang bersama sesama. Kita tidak ingin ada sesama kita yang menderita sebagai dari akibat ulah kita. Karena itu, mari kita berusaha untuk terus-menerus berlaku baik terhadap sesama. Dengan demikian, hidup kita dan sesama dapat menjadi berkat bagi sesama. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
222

09 November 2009

Berusaha Hidup Jujur dan Benar

Ada seorang remaja yang pintar. Namun kepintaran remaja ini bukan dalam hal pelajaran. Ia pintar dalam hal membuat alasan. Dia pintar dalam hal kebohongan. Pada hari tertentu ia meminta kepada orangtuanya untuk membeli English Book. Besoknya ia meminta uang lagi untuk membeli Buku Bahasa Inggris.

Atau pada kesempatan lain dia meminta uang untuk membeli penggaris. Besoknya dia minta uang untuk beli mistar. Dia juga meminta uang untuk biaya ekstrakurikuler. Pada hari lain ia meminta kembali uang untuk les tambahan.

Orangtuanya sering dibuat bingung oleh anak ini. Kalau orangtuanya bertanya tentang pentingnya kebutuhannya, ia selalu mengelak. Ia selalu mengatakan bahwa hal-hal yang dia minta itu merupakan tuntutan dari sekolah. Kalau semua itu dipenuhi, ia akan menjadi anak yang paling pandai di kelasnya bahkan di sekolahnya.

Ia juga berjanji kepada orangtuanya bahwa ia akan meraih rangking teratas di sekolahnya. Dengan demikian orangtuanya tidak perlu bayar uang sekolah lagi. Ia akan mendapat beasiswa dari sekolahnya atas prestasi yang diraihnya itu.

Suatu hari, anak itu kena batunya. Ibunya mendapati anak itu sedang menghisap putau di belakang rumah mereka. Ia masih juga mau mengelak dengan memberikan berbagai alasan yang masuk akal. Namun setelah ibunya mengancam untuk melaporkannya ke polisi, ia mau menyerah. Sejak itu, ia tidak berani membuat banyak alasan lagi. Ia tidak mau berbohong lagi kepada orang lain.

Hidup ini memiliki warna-warni. Manusia mesti mengalami warna-warni kehidupan itu. Kisah tadi menunjukkan salah satu sisi dari warna-warni kehidupan ini. Yang mesti disadari oleh manusia adalah bahwa ada sisi-sisi kehidupan yang dapat membahayakan hidupnya. Ada sisi-sisi kehidupan yang mampu membawa orang kepada kebahagiaan.

Karena itu, orang mesti cermat dalam hidup ini. Orangtua mesti hati-hati terhadap anak-anaknya. Mereka semestinya tidak begitu saja menelan kata-kata anak-anaknya. Kisah tadi menunjukkan bahwa orangtua mesti waspada terhadap anak-anaknya.

Biasanya kepintaran digunakan untuk sesuatu yang baik. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa kepintaran dapat digunakan untuk sesuatu yang buruk. Kepintaran dapat digunakan untuk mencari keuntungan bagi diri sendiri. Kepintaran dapat digunakan untuk menjerumuskan diri sendiri atau orang lain.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa menggunakan kemampuan dan kepintaran kita untuk kesejahteraan bersama. Kita tidak ingin menggunakan kepintaran kita untuk memanipulasi atau menjerumuskan orang lain ke dalam kegelapan hidup.

Karena itu, mari kita berusaha untuk hidup jujur dan benar di hadapan Tuhan dan sesama. Hanya dengan hidup jujur dan benar, kita dapat menciptakan suatu hidup yang bahagia. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

221

08 November 2009

Ketika Gengsi Menggerogoti Hidup

Seorang pemudi merasa malu terhadap kawan-kawan sebayanya. Pasalnya, hand phone yang dimilikinya sudah termasuk kuno. Ia ingin memiliki HP lengkap dengan kamera videonya. Soalnya, semua temannya memiliki HP seperti itu. Karena itu, ia merengek-rengek meminta HP baru kepada ayahnya.

Mendengar permintaan anaknya, ayahnya tidak mau ambil pusing. Ia mengatakan kepada anaknya bahwa dengan HP yang ada, ia dapat berkomunikasi dengan siapa saja. Itu sudah cukup. Tidak perlu bergaya dengan HP yang pakai kamera video segala.

Kata anaknya, “HP ini kan sudah kuno, pak. Sudah tidak model lagi di kalangan kaum muda. Gengsi dong pak, pakai HP ketinggalan jaman seperti ini.”

Ayanya terdiam mendengar kata-kata anaknya. Dalam hati, ia merasa bahwa HP yang lengkap dengan kamera video itu mahal. Ia tidak sanggup membelikannya. Lantas ia berkata kepada anaknya, “Nak, ayah tidak punya uang untuk membelikan HP seperti yang kamu minta. Hidup sekarang ini semakin susah. Gaji pegawai negeri akan naik lagi. Artinya, barang-barang kebutuhan hidup lainnya pun akan naik lagi.”

Tetapi anaknya tidak peduli. Ia tetap menuntut sebuah HP baru lengkap dengan kamera video. Ia tidak peduli bahwa hidup ini semakin sulit. Demi gengsi, ia tetap menuntut ayahnya untuk membelikan HP baru.

Gengsi itu memang mahal. Apa pun dilakukan orang untuk menutupi identitas dirinya. Gengsi dapat mengalahkan kondisi ekonomi keluarga yang morat-marit. Orang rela bertahan untuk menunjukkan dirinya sebagai orang yang hebat dan kaya demi gengsi itu. Yang paling diutamakan adalah penampilan luar. Mengapa? Karena penampilan bisa mengubah pandangan orang tentang dirinya.

Dalam kondisi seperti ini, orang tidak malu meminjam segala sesuatu kepada temannya. Misalnya, uang, pakaian bahkan berani meminjam kendaraan mewah untuk menghadiri acara ulang tahun temannya. Orang seperti ini akan bangga bila dipuji oleh orang-orang yang melihatnya.

Sayang, di balik penampilan seperti itu sebenarnya orang dapat menghancurkan dirinya sendiri. Orang hidup dengan topeng-topeng. Orang tidak menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya. Akibatnya, ketika jati dirinya yang sebenarnya terungkap, ia dapat mengalami stress yang berkepanjangan.

Kehidupan ekonomi yang semakin sulit di jaman sekarang ini memaksa orang untuk bekerja lebih keras. Semestinya inilah yang ditampilkan oleh manusia dalam kehidupan ini. Bukan membangun topeng-topeng yang menutupi kekurangan dirinya.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk berani meninggalkan gengsi kita. Kita diajak untuk tampil apa adanya. Hanya dengan cara demikian, kita dapat menjadi orang yang sungguh-sungguh bertahan dalam iman. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

220

07 November 2009

Pentingnya Kejujuran

Seorang siswa SMA mengaku bahwa selama ujian nasional yang lalu ia mendapatkan bocoran soal. Menurut siswa ini, soal itu sudah bocor jam tujuh malam. Ia sudah mendapatkan sms tentang jawaban atas soal-soal ujian itu pada jam tujuh malam. Ia heran mengapa jawaban atas soal-soal ujian itu sudah ia peroleh dari teman-temannya.

Bagi siswa ini, sebenarnya ia tidak membutuhkan jawaban-jawaban itu. Ia hanya menghafal jawaban-jawaban itu untuk menambah rasa percaya diri saja. Ia sudah menyiapkan diri dengan baik. Namun kadang-kadang ia kurang percaya diri. Akibatnya, ia mau saja menghafal jawaban-jawaban itu.

Dia berkata, “Setelah saya hafal, saya hapus. Saya tidak mau terpengaruh oleh jawaban-jawaban itu.”

Keesokan harinya ketika ia mengikuti ujian, ia dapat menjawab semua soal yang disediakan. Ia merasa yakin dapat memperoleh nilai yang tinggi. “Memang saya merasa nilai yang saya peroleh itu tidak seratus persen berdasarkan kerja keras saya selama ini. Tetapi yang penting saya bisa melanjutkan studi saya di perguruan tinggi. Bukankah saya sudah berjuang selama tiga tahun?” kata siswa itu.

Bocornya soal-soal ujian nasional terjadi di banyak tempat di negeri ini. Sudah ada berbagai upaya untuk mengatasi hal ini. Sejak tahun-tahun sebelumnya bocornya soal sudah terjadi. Namun tampaknya sangat sulit sekali mengatasi persoalan ini. Berbagai pihak sudah mencoba. Namun usaha itu seolah sia-sia saja.

Ada berbagai pertanyaan tentang hal ini. Misalnya, ada apa di balik bocornya soal-soal ujian nasional itu? Siapa yang membocorkan? Mengapa terjadi kebocoran soal-soal itu?

Kiranya satu hal yang dapat dikatakan adalah tidak adanya kehendak baik dari pihak-pihak yang terlibat dalam proses pembelajaran untuk menghilangkan hal ini. Ada pihak yang merasa malu, kalau siswa-siswi di sekolahnya ternyata tidak bisa mengerjakan soal-soal itu. Mereka takut dinilai negatif oleh pihak pemerintah. Karena itu, usaha yang dilakukan adalah membocorkan saja soal-soal itu. Atau ada pihak yang punya kepentingan ekonomi dengan menjual soal-soal itu kepada siswa-siswi yang mengikuti ujian.

Apa pun tujuan pembocoran soal-soal itu, tindakan itu tetap suatu tindakan yang tidak baik. Bagaimana mutu pendidikan di negeri ini dapat sejajar dengan negara-negara maju, kalau ketidakjujuran selalu terjadi? Tampaknya dunia pendidikan kita selalu terkontaminasi oleh kepentingan-kepentingan sesaat yang bermutu rendah.

Mari kita coba mendidik anak-anak kita untuk jujur dalam berbagai hal. Hanya dengan kejujuran, kita dapat menciptakan suatu kehidupan berbangsa dan bernegara dengan lebih baik. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

219

06 November 2009

Usaha Menghargai Ciptaan Tuhan

Suatu hari, seorang petinggi di suatu desa mengadakan perjamuan pesta. Banyak tamu hadir dalam perjamuan pesta itu. Salah seorang tamu yang hadir memberi bingkisan berupa ikan dan unggas. Penerima tamu sangat menghargai hadiah itu. Ia berkata, “Tuhan sangat baik kepada kita yang membutuhkan. Dia menumbuhkan tanaman, menciptakan ikan dan unggas untuk kita.”

Semua tamu yang hadir setuju dengan apa yang dikatakan penerima tamu itu. Tetapi seorang pemuda berusia 20 tahun yang duduk di tengah-tengah para tamu itu mendatangi sang penerima tamu. Ia berkata, “Apa yang anda katakan tidak benar. Semua ciptaan yang ada di dunia ini hidup bersama-sama dengan yang lainnya. Tidak ada ciptaan yang lebih rendah atau lebih tinggi daripada ciptaan lainnya. Yang membedakan hanyalah inteligensi dan kekuatan mereka. Memang mereka saling memakan. Tetapi apa yang dimakan itu tidak pertama-tama diciptakan untuk yang memakan. Manusia dapat memakan apa yang dimakannya. Namun itu tidak berarti bahwa apa yang dimakan manusia itu diciptakan melulu untuk manusia. Sebab kalau nyamuk menghisap darah manusia atau harimau dan serigala memakan domba, apakah ini berarti bahwa Tuhan menciptakan manusia untuk nyamuk atau domba untuk harimau dan serigala?”

Manusia sering beranggapan bahwa ciptaan yang ada di muka bumi ini untuk kebutuhan manusia. Karena itu, terjadilah penyalahgunaan terhadap ciptaan yang ada. Misalnya, hutan dibabat untuk kepentingan sesaat. Laut dan sungai mesti menderita pencemaran, karena ulah manusia yang membuang limbah ke sungai dan laut. Manusia tidak berpikir bahwa laut dan sungai diciptakan oleh Tuhan dengan tujuannya masing-masing.

Kisah tadi mengingatkan kita untuk menghargai ciptaan lain di sekitar kita. Semua ciptaan itu hadir untuk dirinya sendiri. Mereka memiliki tujuan hidupnya sendiri. Yang membedakan adalah kepandaian untuk mengolah dan mengelola ciptaan itu menjadi sesuatu yang berguna bagi hidup ini.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa menghormati ciptaan yang ada di sekitar kita. Tanaman yang ada di sekitar kita dapat menjadi sahabat yang membantu hidup kita menjadi lebih baik. Hewan yang kita lindungi dapat menjadi sahabat yang menolong kita, ketika kita mengalami kesulitan dalam hidup ini. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

218

05 November 2009

Memupuk Semangat yang Baik

Dua hal yang berbeda terlihat di Yangon, Myanmar, pada awal Mei 2008 lalu jika dibangdingkan dengan September 2007 lalu. Belakangan ini lebih banyak terlihat biksu di jalan-jalan dibandingkan tentara dan polisi. Bertolak belakang dengan kondisi September 2007 lalu.

Seorang ibu di Yangon berkata, “Kami kini bersama biksu membersihkan jalan-jalan. Jelas, kami berharap penguasa membantu, tetapi mereka tak pernah muncul. Para biksu datang begitu topan mereda, membantu membersihkan pohon dari jalanan.”

Awal Mei 2008 itu Myanmar dilanda Topan Margis yang ganas. Topan itu menelan korban jiwa hingga tiga puluh ribu orang. Begitu banyak harta benda pula yang hilang. Banyak orang yang selamat mengalami penderitaan yang luar biasa.

Biksu dengan jubah merah marun di Myanmar merupakan hal yang lumrah. Sekitar 90 persen dari 55 juta penduduk Myanmar pemeluk Budha. Ada sekitar 500.000 biksu di seluruh Myanmar. September tahun 2007 lalu, para biksu muncul di jalan-jalan kota Yangon untuk memprotes rejim militer yang kejam. Protes mereka itu mengakibatkan pemerintah berkuasa Myanmar mengambil langkah tegas. Akibatnya, 31 orang tewas, termasuk para biksu.

Awal Mei 2008 lalu mereka muncul lagi. Bukan untuk demonstrasi tetapi untuk menunjukkan kepedulian mereka terhadap penderitaan rakyat. Mereka membantu rakyat yang mengalami musibah Topan Margis. Regim militer tidak mengirim tentara atau polisi untuk membantu rakyat yang menderita.

Perjuangan dari orang-orang yang tulus berjuang untuk kepentingan sesama biasanya tidak berhenti setelah suatu cita-cita tercapai. Perjuangan itu akan diteruskan hingga tuntas. Dan biasanya perjuangan seperti ini tidak pernah berakhir. Mengapa? Karena selalu saja ada persoalan yang muncul dalam hidup manusia. Tentu saja suatu perjuangan akan berhasil, kalau perjuangan itu memiliki roh atau semangat yang baik.

Dalam hidup ini kita butuh roh atau semangat yang baik yang dapat menjadi starting point bagi kita untuk berjuang bagi kehidupan manusia. Semangat yang baik itu mesti dipelihara terus-menerus dalam hidup ini. Itulah yang akan memberi kekuatan kepada kita semua untuk tetap bertahan dalam perjuangan kita.

Seorang tokoh pernah berkata bahwa kita tidak akan pernah selesai berjuang dalam hidup ini. Perjuangan yang satu menelurkan perjuangan berikutnya. Karena itu, mari kita menanamkan semangat hidup dalam diri kita. Dengan demikian perjuangan kita untuk kehidupan tidak akan pernah berakhir. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.


217

04 November 2009

Menyadari Kebutuhan Orang Lain

Pada jaman dahulu orang Jepang memakai obor sebagai alat penerangan. Suatu ketika ada seorang yang buta sedang mengunjungi sahabatnya. Ketika hendak pulang, orang buta itu ditawari obor untuk menerangi perjalanannya.

“Aku tidak membutuhkan obor,” kata orang buta itu menolak tawaran sahabatnya. “Bagiku, terang atau gelap sama saja.”

Sahabatnya itu menjawab, “Aku tahu bahwa kamu tidak memerlukan obor. Tetapi kalau kamu tidak membawanya, orang lain akan menabrakmu di jalan. Jadi kamu harus membawa obor ini,” kata sahabat itu.

Orang buta itu membawa obor yang diberikan temannya. Tetapi dia tidak menyalakannya. Tidak berapa lama kemudian, tiba-tiba ada orang yang menabraknya.

Orang buta itu berteriak, “Kamu mau pergi ke mana? Apakah matamu tidak bisa melihat? Apakah kamu tidak bisa melihat obor ini?”

Orang yang menabrak orang buta itu berkata, “Obormu tidak menyala.”

Lantas orang itu pergi meninggalkan orang buta itu sendirian.

Dalam hidup ini kita merasa bahwa segala sesuatu sudah beres untuk diri kita sendiri. Dalam berkendaraan, misalnya, kita sudah begitu hati-hati. Kita tidak ngebut. Kita tidak melanggar lalulintas. Tidak ada yang salah. Tetapi soalnya adalah mengapa kita masih mengalami kecelakaan?

Mungkin kita mulai menyalahkan diri sendiri. Kita mencari kesalahan-kesalahan setelah mengalami suatu musibah. Kita bisa menyalahkan orang lain atas musibah yang kita derita.

Tetapi pernahkah kita menyadari bahwa dalam hidup ini kita tidak hidup sendiri? Bukankah masih ada banyak orang di sekitar kita yang berpengaruh terhadap hidup kita? Karena itu, meskipun kita sudah merasa bahwa kita sudah menyiapkan segala-galanya, kita masih mengalami hal-hal yang tidak kita inginkan.

Kisah orang buta tadi dapat menjadi contoh yang baik. Ia merasa diri sudah siap untuk berjalan dengan obor yang belum dinyalakan. Namun ternyata orang lain yang menabrak dirinya. Ternyata hal yang tidak ia butuhkan itu diperlukan oleh orang lain untuk keselamatan dirinya sendiri.

Karena itu, mari kita berusaha untuk menyadari pentingnya kebutuhan sesama kita. Yang tidak kita butuhkan ternyata dibutuhkan oleh orang lain yang hidup bersama kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

216

03 November 2009

Berusaha untuk Memajukan Diri

Ruangan 2 meter x 4 meter itu dipenuhi tumpukan boneka penguin pesanan suatu perusahaan asuransi. Ela dan empat pekerjanya sedang sibuk menjahit dan mengisi kapas ke badan boneka tersebut. Dalam tiga minggu, pesanan itu harus selesai. Begitulah kesibukan Ela (35), warga Kelurahan Pekayon Jaya, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi. Di ruang sempit itu, ia mencari nafkah dengan membuat boneka pesanan perusahaan atau dijual kepada pedagang kaki lima.

Semula Ela adalah pekerja di perusahaan pembuat boneka. Upahnya sangat minim dan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Tahun 2003, ia nekat memilih berusaha sendiri. Dengan modal Rp 2,5 juta hasil tabungan dan pinjam sana-sini, ia membeli empat mesin jahit dan memulai usahanya. Usahanya ternyata bergerak maju.

Tahun 2006, ia mengambil pinjaman dana dari Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Amaliah Jaya yang ada di Kelurahan Pekayon Jaya. ”Saya ambil Rp 1 juta dua kali. Ya, untuk membeli bahan-bahan boneka seperti kapas,” kata Ela.

Dengan pinjaman itu, ia bisa melanjutkan usahanya. Hingga kini ia tetap bekerja seperti ”buruh jahit” suatu perusahaan pembuat boneka. Untuk ongkos jahit dan memasukkan kapas satu boneka, Ela mendapat Rp 5.000 per boneka. ”Pengen, sih, terima orderan langsung, tetapi modalnya bisa sampai Rp 20 juta,” kata Mansur (33), suami Ela.

Tak hanya Ela dan suaminya, beberapa pedagang bakso secara berkelompok juga mendapat suntikan modal dari BKM. Dana itu umumnya digunakan untuk membeli gerobak dan perlengkapan berjualan bakso keliling. Suntikan dana awalnya tidak besar. Kadang hanya berkisar Rp 1 juta. Namun, jika pengembalian lancar, mereka akan mendapat dana lebih besar untuk mengembangkan usahanya.

Orang yang berani untuk maju biasanya orang yang berani menghadapi resiko. Namun orang itu biasanya sangat cermat dan ulet dalam berusaha. Meskipun modal yang dimiliki tidak besar, ia berani memulai usaha. Banyak tokoh dunia yang sukses dalam berbagai bidang kehidupan memulai usaha-usahanya dari hal-hal yang kecil.

Kisah tadi merupakan salah satu contoh. Ela memiliki semangat yang tinggi untuk memajukan kehidupan keluarganya. Ia berani banting setir dari seorang pekerja (buruh) menjadi seorang yang berusaha sendiri. Ia termasuk seorang wanita pemberani. Ia berani mempertaruhkan pekerjaannya demi sesuatu yang belum pasti. Namun ia mesti mulai. Kalau ia tidak mulai, ia tidak akan maju dalam usahanya.

Sebagai orang beriman, kita semua diberi kemampuan untuk memajukan diri kita sendiri dan orang-orang lain di sekitar kita. Untuk itu, kita mesti berjuang terus-menerus untuk membangun usaha itu. Banyak tantangan dan godaan yang akan kita hadapi. Misalnya, kepenatan bisa menjadi tantangan bagi kita. Kita butuh semangat untuk terus maju. Karena itu, orang beriman mesti selalu memasrahkan hidup kepada Tuhan. Tuhan akan selalu menolong orang yang berkehendak baik untuk memajukan dirinya.

Mari kita berusaha untuk selalu disemangati oleh Tuhan dalam hidup kita. Dengan demikian kita semakin hari semakin maju dalam usaha-usaha kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.



215

02 November 2009

Mengubah Cara Hidup melalui Teladan yang Baik

Ada seorang kakek berusia 84 tahun yang masih aktif bekerja keras bersama cucu-cucunya. Setiap hari dia membersihkan kebun, menyapu dan memotong dahan-dahan pohon yang sudah panjang di halaman rumahnya. Suatu hari beberapa cucunya merasa kasihan menyaksikan kakek mereka yang berada di terik matahari sambil membersihkan rumput.

Mereka sudah sering mengingatkan kakek mereka untuk tidak bekerja keras. Namun kakek mereka itu berkeras hati untuk terus bekerja. Menurutnya, orang yang tidak bekerja tidak boleh makan.

Suatu hari cucu-cucunya memutuskan untuk menyembunyikan peralatan kerja kakek mereka. Dengan cara itu, mereka berharap kakek mereka tidak akan bekerja keras lagi di kebun. Benar, hari itu kakek mereka tidak bekerja. Demikian juga keesokan harinya. Bukan hanya itu. Si kakek tidak mau makan. Berhari-hari ia tidak mau makan.

Akhirnya, cucu-cucunya mulai mengembalikan peralatan kerjanya. Sang kakek pun mulai bekerja seperti biasa. Ia pun mulai makan makanan yang disediakan oleh cucu-cucunya.

Suatu sore, sang kakek mengumpulkan cucu-cucunya. Ia berkata kepada mereka, “Siapa yang tidak bekerja, tidak boleh makan.”

Cucu-cucunya itu terkejut. Ada yang merasa tersinggung, karena malas bekerja. Sejak saat itu, cucu-cucunya mulai rajin bekerja. Mereka menyimpan baik-baik kata-kata sang kakek dalam hati mereka.

Contoh atau teladan dalam hidup ini masih sangat dibutuhkan. Orang yang hanya banyak berbicara dan memberi nasihat, namun tidak menunjukkan contoh sering tidak dihiraukan. Ia dianggap sebagai seorang penipu. Nasihat-nasihatnya hanyalah barang murahan yang tidak bermanfaat bagi hidup manusia.

Namun orang yang mampu memberi contoh hidup yang baik selalu dituruti. Nasihat-nasihatnya menjadi barang berharga yang tidak boleh dilewatkan begitu saja. Orang seperti ini sering dicari oleh banyak orang. Perbuatan baiknya selalu ditiru oleh sesamanya. Kisah tadi menunjukkan bahwa nasihat yang dibarengi dengan contoh hidup memiliki kekuatan yang luar biasa. Kekuatan untuk mengubah cara hidup orang lain.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk berani memberi contoh atau teladan hidup baik kepada sesama kita. Teladan yang baik itu mampu mengubah hidup orang lain. Dengan demikian kita dapat mengubah juga dunia yang kini dipenuhi dengan kekuatan-kekuatan jahat.

Mari kita berusaha untuk memerangi kekuatan-kekuatan jahat itu dengan teladan-teladan hidup kita yang baik. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

214

01 November 2009

Masih Adakah Kejujuran dalam Hidup Ini?


Suatu sore, seorang pemuda datang ke sebuah restoran yang menjual ayam goreng. Ia membeli sembilan potong ayam goreng. Lantas ia membawanya pulang ke rumah untuk dinikmati bersama orangtua dan adik-adiknya.

Ketika membuka bungkusan ayam goreng itu, ia terkejut luar biasa. Ternyata bukan ayam goreng yang ada di dalam bungkusan itu. Tetapi uang sebesar lima juta rupiah. Cepat-cepat pemuda itu membungkus kembali bungkusan itu. Ia segera meninggalkan ruang makan dan kembali ke restoran itu. Pemuda itu mengembalikan uang itu kepada pemilik restoran. Ia meminta ayam goreng yang diinginkannya.

Pemilik restoran itu merasa kagum atas kejujuran pemuda itu. Ia menanyakan nama dan alamatnya. Ia juga mengatakan kepada pemuda itu bahwa ia ingin mengundang wartawan surat kabar dan televisi untuk membuat cerita tentang dirinya. Ia akan menjadi pahlawan, sebuah contoh nilai kejujuran dan moral yang akan mengilhami sesamanya.

Namun pemuda itu menolaknya. Dia berkata, “Orangtua dan adik-adik saya sedang menunggu di rumah. Saya hanya ingin ayam goreng.” Pemilik restoran itu semakin kagum atas sikap rendah hati pemuda itu.

Lantas pemilik restoran itu berkata, “Saya tidak mengerti. Anda adalah satu-satunya pemuda jujur di tengah dunia yang tidak jujur ini. Ini merupakan suatu kesempatan yang baik untuk mengatakan kepada dunia bahwa masih ada orang-orang jujur yang mau bertindak benar.”

Namun pemuda itu tetap pada pendiriannya. Ia tidak mau dipublikasikan. Ia hanya menginginkan ayam goreng.

Kejujuran memang masih menjadi hal langka dalam dunia kita sekarang ini. Begitu sedikit orang yang mau jujur dalam kehidupannya. Begitu mudah orang melakukan manipulasi. Kalau kita berbelanja di warung, penjual masih bertanya tentang berapa yang harus diisi dalam nota kontan. Mengapa? Karena pengalaman sering berbicara bahwa ada pihak-pihak tertentu yang ingin memanipulasi belanjaan.

Bukankah hal seperti ini suatu bentuk penyelewengan? Kisah tadi mau mengajak kita untuk berani bertindak jujur dalam hidup kita. Kejujuran itu akan membantu kita untuk menjadi orang yang baik. Banyak orang jujur memiliki banyak sahabat. Mereka berkenan kepada sesama karena dipercaya untuk melaksanakan sesuatu.

Sebagai orang beriman, kejujuran merupakan hal yang sangat penting dalam hidup ini. Kejujuran membantu kita untuk dapat menghayati iman kita dalam hidup sehari-hari. Iman itu mesti tampak dalam perbuatan nyata.

Karena itu, kita mohon kepada Tuhan agar Dia memberi kekuatan kepada kita untuk mampu berlaku jujur dalam hidup sehari-hari. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

213