Pages

02 April 2015

Aku Haus

Saat-saat terakhir penuh penderitaan itu diterima oleh Yesus sebagai suatu jawaban atas kehendak Bapa-Nya. Bapa menghendaki Dia melaksanakan korban salib itu untuk menebus dosa manusia. Melalui salib yang memuliakan-Nya, Yesus menyatukan kembali manusia dengan Allah. Dosa Adam yang lama dihapus oleh Yesus. Manusia memperoleh rahmat penebusan.

Dari atas salib Yesus masih berseru, “Aku haus!”
    
Perjalanan menuju Golgota menyita seluruh tenaga Yesus. Penyerahan diri-Nya di atas kayu salib masih membutuhkan kekuatan ekstra. Ia ingin menuntaskannya. Namun ia masih membutuhkan seteguk air yang bisa menyegarkan kerongkongan-Nya. Dahaga-Nya menuntut Dia untuk berseru meminta tolong kepada sesama manusia. Siapa tahu masih ada orang yang mau mendengarkan permohonannya. Dengan demikian, sisa-sisa terakhir hidup-Nya dapat memperkuat penyerahan diri-Nya secara total kepada Sang Bapa.

Soalnya, orang-orang yang berdiri di bawah salib itu justru kurang tanggap. Mereka justru memberikan anggur asam kepada-Nya. Mereka lebih mengutamakan kebencian dan balas dendam ketimbang memberikan seteguk air segar bagi Tuhan Yesus. Ia terpaksa menghisap anggur asam. Dan itulah yang menjadi saat terakhir.
     
Yesus merasa lelah, letih lesu dan tidak berdaya. Yesus seolah-olah merasa ditinggalkan oleh Bapa-Nya. Injil Matius melukikskan situasi ini dengan kata-kata yang bagus sekali, “Eloi, Eloi, lama sabaktani!” (Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?)
    
Yesus merasa ditinggalkan semua orang. Murid-murid yang dahulu begitu dekat dengan-Nya kini tercerai-berai mencari se!amat sendiri-sendiri. Padahal di saat-saat seperti itu, Ia sangat membutuhkan kehadiran dan dukungan mereka. Karena itu, seruannya itu bagai sebuah gugatan terhadap Bapa-Nya sendiri yang seolah-olah menutup telinga terhadap jeritan penderitaan-Nya.
 
Seolah-olah Ia putus asa menghadapi saat-saat terakhir hidup-Nya. Ternyata tidak! Justru dalam saat-saat seperti itu, Yesus tetap menampakkan konsistensi penyerahan diri-Nya kepada kehendak Bapa-Nya. 
   
Sesudah menghirup anggur asam itu Yesus berkata, “Sudah selesai.” Artinya, Yesus sudah menyelesaikan tugas perutusan-Nya ke dunia. Ia telahmengangkat seluruh umat manusia dari debu dosa. Ia berhasil mempertemukanmanusia dengan Allah dalam diri-Nya.

Dewasa ini: Yesus masih Haus
   
Suatu ketika seorang bapak yang pernah kaya raya mengeluh kepada saya, “Dulu ketika saya masih punya banyak uang dan barang-barang, banyak orang datang kepada saya. Tetapi lihat, apa yang terjadi sekarang? Mereka semua hilang entah ke mana.”
       
“Tetapi masih ada saya di sini. Anggap saja saya ini mewakili mereka yang banyak itu,” saya nyeletuk.

“Yah, tetapi kamu datang terlambat. Kamu tidak dapat apa-apa dari saya. Yang kamu dapatkan hanya keluhan demi keluhan,” katanya sambil memandangsaya dengan wajah yang sedih.

“Kata orang, teman sejati itu baru datang ketika sesamanya beradadalam penderitaan,” kata saya sambil melirik matanya yang sedih.
   
“Akh, itu hanya kata-kata hiburan saja. Tidak seharusnya begitu,” ia menandaskan.
    
Menurutnya, semestinya sahabat itu selalu hadir dalam untung dan malang. Memang, kini ia menghadapi kemalangan karena usaha-usahanya bangkrut. Tetapi semestinya sahabat-sahabatnya yang dulu dekat dengannya tidak serta merta meninggalkannya sendirian.
 
“Manusia itu kejam. Bahkan terhadap sesamanya yang pernah membantu mereka,” ia memecah keheningan.
  
Kini ia merasa dirinya seperti Tuhan Yesus yang tergantung di salib. Ia berteriak-teriak memohon pertolongan, namun orang-orang yang dahulu pernah ia bantu tidak muncul. Di mana mereka?
   
Bapa itu bagai sudah jatuh tertimpa tangga pula. Usaha-usahanyasudah bangkrut dan ia kehilangan teman-temannya yang tercerai-berai mencari selamat sendiri-sendiri. Kini ia tinggal bersama istrinya yang setiamenemaninya siang dan malam. Masih untung memang, istrinya tidak ikut meninggalkan dia.
   
Sebenarnya ia masih punya kekuatan dengan sejumlah uang tabungan dan beberapa hektar tanah. Tetapi ia tidak mau bangkit lagi begitu usaha utamanya dinyatakan bangkrut.
   
“Sekarang ini saya haus,” katanya. “Saya haus akan persahabatanyang tulus dengan sesama. Tampaknya saya sulit menemukan sahabat yang sejati.”
    
“Masih ada sahabat sejati. Hanya saja selama ini Anda belum menemukannya. Mungkin sahabat itu sudah ada,” saya berusaha memberikan semangathidup kepadanya.
   
Memang, dunia ini kurang menyediakan sahabat sejati bagi manusia. Dunia lebih menampilkan kisah-kisah pengkhianatan antar manusia. Karena itu,dunia tetap haus akan persahabatan sejati. Dunia tetap haus akan cinta kasih yang murni. Soalnya, siapa yang berani memberikan seteguk air segar bagi kerongkongan yang semakin mengering?
    
Yesus yang haus cuma mendapatkan anggur asam yang justru membantunya menyelesaikan tugas perutusan-Nya ke dalam dunia. Seteguk air segar juga akan sangat berguna bagi sesama yang haus secara rohani untuk melangkahkan kaki menuju Bapa. Soalnya, maukah orang kristiani menyediakan seteguk air bagi sesamanya yang haus? **

Frans de Sales SCJ

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.